Kamis, 31 Agustus 2023
SUPIR SEKALIGUS PENEMANI TIDUR
Rabu, 30 Agustus 2023
MEMPERKOSA GADIS PERAWAN SAMPAI BERAK
“Sakit Paaaaaak! Sakiiiiiit!”, terdengar seorang gadis merintih. Gadis itu, berusia tidak lebih dari tujuh belas tahun, terlentang pasrah ditindih seorang pria muda.
“Memek lu enak banget, pecunh….”, sang pria berkata agak serak. Tersengal-sengal seiring dengan tubuhnya yang menggenjot habis tubuh langsing sintal si gadis. Menghujamkan burung berototnya ke dalam vagina lembut yang terkuak paksa.
“Sakit Paaak… pelan… aduuuh… pelan-pelan Pak…..”, sang gadis menjerit sejadinya. Tubuhnya terlentang tertindih di atas ranjang hotel murahan. Tangannya mencengkeram bantal. Kedua pahanya berusaha menutup dengan sia-sia karena menahan sakit bagaikan teriris silet di liang vaginanya. “Memek Dian sakit Paak… udaaagh… “, raung gadis yang rupanya bernama Dian itu menyayat hati.
“Ah, pecun kecil… nngghh… enak ajja lu bilang udah…. Lu udah gue bayar!, gue belum puas!”, hardik si pria pada gadis malang.
“Sakit Pak… ampun….!”, kini air mata Dian mulai mengalir.
“Agh… diam, pelacur cilik, diam!”, si pria menghardik lagi. “Lu kan udah.. nngh.. gue… bayar….” Ia melepaskan batangannya dari vagina Dian. “Sekarang nungging!”
“Egh… nggak… jangan Pak… jangan di pantat…”, Dian terkulai lemah.
“Ah, pelacur banyak bacot lu!”, si pria langsung menarik tubuh Dian, memposisikannya supaya menungging, membuat dua bungkahan pantat yang bulat kenyal berada persis di depan si pria. Dan tanpa menunggu, dengan brutal ia menghujamkan batang zakar itu ke dalam belahan pantat itu.
“Aaaaaagh… sakiit… sakiit… ampun Pak.. ampuun!”
“Ayo jerit terus, sampe mati!”, si pria tertawa kasar. Setelah ia melesakkan batangan miliknya ke dalam anus Dian, kemudian menghujamkannya berkali-kali.
Dian sudah kehabisan tenaga, dirinya bagaikan tubuh tanpa jiwa, boneka yang dijadikan alat pemuas nafsu belaka. Gesekan penis si pria dan anus Dian, membuat perut gadis itu bergolak. Dian yang sudah kehabisan tenaga karena kesakitan, tidak bisa menahan ketika ampas tubuhnya mengalir keluar. Muncrat melewati celah yang sama, yang sekarang sedang dihujam oleh batangan zakar sang pria.
“Eh, setan! Dia berak!”, si pria seketika mencabut penisnya yang sekarang berlumuran pasta coklat lengkap dengan aromanya menjijikan.
“Mmmmph… maaf…. Maaf… Dian ngak tahu…. maaf….”, Dian menangis.
“Ih.. dasar!”, si pria menghardik lagi. Kemudian ia menjambak rambut dian sehingga gadis itu jatuh tunggang langgang ke lantai. “Buka mulut lu, bocah!”, si pria dengan kasar mencoba melesakkan penisnya yang berlumur tinja itu ke mulut Dian.
“Aaagh… nggaaaaak… nggaaaak…..nnggggh….”, Dian mencoba berpaling, dan mengatupkan mulutnya. Namun si pria mencengkeram leher Dian sehingga gadis itu terpaksa membuka mulut. Dan detik itu pula batangan berotot yang berlumuran kotorannya sendiripun memenuhi mulutnya. Perut Dian seketika bergolak. Gadis itu muntah tanpa bisa tertahan. Tapi si pria tadi tetap mencengkeram kepala Dian, memaju-mundurkannya, memaksa menggesek mulut Dian dengan kejantanannya. tidak peduli segala isi perut Dian yang termuntahkan keluar.
“Hahahaha… enak eh, kontol saos tahi?”, si pria kembali menghardik. “Ayo kenyot terus bocah! Nanti dapet tambahan saos pejuh!”
Dian pasrah. Walaupun perutnya luar biasa mual, tapi seluruh isinya sudah dimuntahkan. Gadis itu hanya bisa menangis. Sambil berharap monster gila ini cepat cepat puas, dan ejakulasi di dalam mulutnya. Dan itulah yang kemudian terjadi. Si pria tiba-tiba menegang dan mengerang, dan menghujamkan penisnya sejauh mungkin ke dalam mulut Dian. Dan seketika mulut gadis itupun dipenuhi ciran lengket.
“Telan!”, perintahnya dengan suara serak. “Ayo, telan!”
Dian yang sudah pasrah memilih untuk menurut. Jika kotorannya sendiri saja bisa ia telan tadi, maka sperma laki laki ini masih jauh lebih baik. Tanpa banyak bicara gadis itu langsung menelan cairan kental itu, sampai habis.
“Jilatin kontol gue! Sampe bersih!”, monster itu kembali memerintah.
“Terima kasih…”, ujar Rani sambil tersenyum. Laki laki paro baya yang berada di depannya pun membalas senyumannya. Tanpa berkata apa apa lelaki itupun berbalik badan dan berjalan keluar. Dengan rapi jemari mungil Rani mengambil amplop kecil berisi kartu akses pembuka pintu itu. Menggeseknya di mesin magnetic untuk menghilangkan datanya.
Pagi ini Rani berpakaian rapi seperti biasanya. Gadis langsing berkulit bersih itu mengenakan seragam sekolahnya, kemeja OSIS berpasangan dengan rok berwarna abu-abu, ditambah balutan jas almamater berwarna cokelat muda. Rambutnya yang lumayan pendek -tidak sampai menyentuh bahu- malah membuat Rani semakin manis. Sebagai siswi SMK jurusan pariwisata yang sedang kerja praktek di sebuah hotel mewah, Rani mendapat tugas sebagai asisten receptionist. Namun pagi ini, rupanya masih terlalu pagi sehingga mungkin sang receptionist malas menemani Rani. Demikian juga dengan kawan kerja prakteknya yang juga ditempatkan di bagian reception, masih belum terlihat juga batang hidungnya. Untungnya pagi ini tidak terlalu ramai. Tamu-tamu sangat jarang yang check in pada jam-jam ini. Tamu yang check out juga bisa dihitung dengan jari. Sebagian besar tamu hotel sedang menikmati makan paginya di coffeeshop hotel.
Pemerkosaan Memek Sempit
Karena reception masih sepi sepi saja, Ranipun duduk dan melirik jam tangannya. Hampir pukul tujuh pagi. Mestinya sang mitra kerja praktek yang juga berasal dari sekolah yang sama sudah datang. Sehingga walaupun tidak ada pegawai hotel yang menemani, Rani tidak perlu sendirian disini. Gadis itu kemudian menghela napas. Perasaan bingung kembali bergelayut dihatinya. Jika saja, jika saja, ia sudah benar benar bekerja di hotel ini, mungkin ia tidak segalau ini.
Hemodialisa. Satu kata itu benar benar mengerikan bagi Rani sekarang. Mungkin bagi orang berpunya, akan enteng saja dijalankan. Namun baginya, lain cerita. Ibunya telah divonis pembengkakan jantung. Dan setelah analisa dokter, penyebabnya adalah gagal ginjal.
Hemodialisa. Benar, cuci darah. Rani menghela napas lagi. Hemodialisa harus dilakukan ibunya seminggu dua kali. Seminggu, dua kali. Berapa biayanya itu? Tujuh ratus lima puluh ribu, sekali tindakan. Satu juta lima ratus ribu, setiap minggu. Enam juta setiap bulan. Seumur-umur Rani belum pernah memegang uang sebanyak itu. Namun pengobatan mahal itu mutlak dilakukan. Jika tidak, Ibunya akan mati lemas.
Rani tumbuh besar menjadi seorang gadis remaja tanpa merasakan kasih sayang seorang ayah. Ayahnya meninggal ketika Rani masih berusia delapan bulan karena kecelakaan. Sejak saat itu, Ibunya yang bekerja serabutan sebagai tukang cuci atau pembantu rumah tangga yang pulang hari, harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri dan Rani. Dan Rani bukan gadis yang tidak tahu diri. Prestasinya di sekolah selalu baik. Gadis itu tahu sang ibunda selalu bekerja keras agar dirinya mendapat pendidikan yang layak. Karena itu, Rani sudah bertekad akan secepat mungkin bekerja, untuk membantu meringankan beban ibunya. Itulah alasan ia memilih untuk sekolah di SMK.
“De’.…”, tiba-tiba terdengar suara memanggil.
Rani masih diam.
“Hei, De’….”
Rani terkejut. Seketika ia mendongakkan kepalanya. Lebih terkejut lagi ia mendapati sosok yang memanggilnya berwajah tampan. Pemuda berusia di akhir usia duapuluhan, atau awal tigapuluhan. Ia mengenakan kemeja putih berpasangan dengan pantalon berwarna krem.
“Sendirian disini? Receptionistnya mana? …”, ujarnya.
Rani seperti tersihir. Entah kenapa. Laki laki ini begitu tampan. Apakah dia mau menologku? Tiba tiba terpikir pertanyaan aneh di benak Rani.
“Lho, kok nangis?”, pemuda itu bertanya bingung seiring dengan air mata Rani yang tiba-tiba mengalir.
Rani terkesiap. Dengan tergesa-gesa ia menghapus air matanya. “Eh iya Pak? Maaf… maaf… tadi… eh.. Bapak mau check out?”, Rani gelagapan.
Si pria tampan tersenyum geli. “Nggak, saya nggak mau check out. Saya kan kerja disini”, ujarnya lembut.
“Hah?”, Rani terlihat bingung.
“Kamu nggak kenal saya?”, senyum pria tampan itu kembali menghiasi wajahnya. Membuat Rani seakan limbung. “Tadi kenapa, kok nangis Ran? Eh kamu dipanggil Rani kan?”
Astaga, kenapa dia tahu nama aku? tanya Rani dalam hati. Tapi gadis itu hanya mengangguk.
“Nah, mau cerita kenapa tadi kamu nangis?”, si tampan malah menatap Rani. “Diputusin pacar ya Ran?”, kemudian ia tersenyum simpul.
“Ah, Bapak… bisa aja…”, Rani kembali mengusap matanya. “Rani belum punya pacar Pak…”, gadis itu mencoba menyunggingkan senyum.
“Terus kenapa dong?”, si tampan kembali bertanya.
“Ah nggak apa apa Pak…”, jawab Rani.
“Terus kenapa nangis?”, si tampan mengejar terus. “Ada yang bisa aku bantu?”, si tampan kembali menatap Rani dengan lembut.
Rani menatap pria tampan itu dengan ragu-ragu. Kondisi Rani sekarang sudah jelas membuat gadis itu memerlukan bantuan. Bantuan dana. “Rani butuh uang Pak..”, ujar Rani tanpa sadar. Seketika gadis itu menutup mulutnya. “Eh… aduh… maaf Pak….”, wajah gadis itu seketika menjadi panas.
“Buat beli pulsa?”, si tampan nyengir kuda.
“Ah enggak… enggak…”, ujar Rani kembali gelagapan. “Bu… buat cuci darah…”, karena kalut dan malu, Rani malah berkata jujur. “Eh.. aduh… “, gadis itu kembali menutup mulutnya.
Raut wajah si tampan berubah serius. “Cuci darah Ran? Siapa? berapa kali seminggu?”
Rani terdiam. Sekarang sudah tidak ada gunanya lagi menutup-nutupi. Tanpa sadar, gadis itu sudah terlalu banyak bicara. “Ibu. Dua kali seminggu”, ujar Rani akhirnya.
“Ooo..”, jawab si tampan. Ia langsung mengeluarkan buku cek. Setelah menulis sesuatu disitu, kemudian ia merobeknya selembar dan menyodorkannya pada Rani. “Ini saya kasih cek aja. Mestinya cukuplah, untuk beberapa minggu. Tinggal diuangkan saja”, ujarnya.
Rani melongo. “Pak.. aduh..”, tiba tiba lidah Rani langsung kelu.
“Jangan banyak komentar. Ambil saja. Nanti kamu boleh minta lagi kalo sudah habis”, jawabnya cepat. Tapi Rani masih terlihat bingung. “Cepat. Itu receptionist-nya datang. Enggak enak kalau kelihatan dia”, ujar si tampan ketika melihat seorang gadis berusia duapuluhan masuk ke ruangan yang ada di dekat situ. Ruangan itu memiliki selasar yang menembus di bagian belakang ruang reception.
Rani masih bingung. Tapi melihat si tampan menatapnya dengan tajam, membuat gadis itu terpaksa mengambil lembaran cek yang disodorkannya. Rani sempat melihat jumlah nominal yang tertera di atasnya. Lima belas juta rupiah. Jantung Rani seakan berhenti ketika menyadarinya. Dan ia hampir melompat karena kaget ketika mendengar pintu dibelakangnya tiba tiba membuka.
“Pagi Pak…”, si receptionist menyapa sambil sedikit membungkuk ketika melihat si tampan.
“Pagi…”, si tampan membalas sambil tersenyum. “Saya naik dulu ya”, ujarnya kemudian sambil berbalik badan.
“Baik Pak”, si receptionist kembali sedikit membungkuk. Tapi si tampan tidak menoleh. Beberapa saat kemudian ia lenyap dibalik pintu elevator.
“Eh.. mbak… bapak itu tadi siapa ya?”, tanya Rani bingung.
“Hah? Aduh Rani, masa lu nggak tahu itu siapa? itu Pak Anthony, yang punya hotel ini!”, seru si receptionist. “Tapi dia emang jarang nongol sih disini”
“Hah? masa? aduh, aku kirain tamu!”, wajah Rani tiba-tiba berubah pias. “Abis kelihatannya masih muda”
“Emang. Tigapuluh tahunanlah”, jawab si receptionist. “Pak Anthony resmi jadi pemilik hotel ini, dua tahun yang lalu. Setelah kedua orang tuanya meninggal. Tragis. Ibunya gantung diri. Sementara ayahnya, pemilik awal hotel, yang waktu itu masih di Malaysia, malah meninggal karena kecelakaan disana. Dia sempat stress berat dan hampir bunuh diri karena itu. Tapi untung aja ada yang menyadarkannya. Dia langsung mengambil kendali hotel, meningkatkan fasilitasnya sampai jadi bintang lima. Tapi banyak orang yang bilang, sepeninggal ayah ibunya, Pak Anthony menjadi berbeda..”
Rani belum sempat buka mulut ketika pintu dibelakang mereka kembali membuka. Seorang gadis yang berpakaian sama dengan Rani tampak tergopoh-gopoh masuk. “Maaf mbak Clara, aku telat…”, ujarnya sambil tersengal-sengal.
Receptionist yang rupanya bernama Clara itu tersenyum sambil berujar, “Lagi-lagi telat, Dian?” Rani berdiri mematung di depan pintu jati yang kokoh. Belum sempat gadis itu menggerakkan tangan hendak mengetuk, pintunya membuka.
“Ah, datang juga, akhirnya!”, Anthony berujar dengan wajah cerah. Pemuda itu langsung mempersilahkan Rani masuk. Anthony tampil rapi seperti biasanya. Namun mungkin karena hari ini hari minggu, ia tidak mengenakan dasi. Pemuda itu mengenakan pantalon hitam berpasangan kemeja lengan pendek berwarna kuning gading.
Rani duduk di hadapan sofa berhadapan dengan Anthony yang duduk di meja kerjanya. Gadis itu kikuk luar biasa. Kembali ke hotel ini lagi, bukan sebagai siswi PKL melainkan sebagai tamu dari Anthony, yang tidak lain adalah pemilik sekaligus direktur hotel, membuat gadis itu gugup. Terlebih lagi Anthony sudah tahu maksud kedatangan dirinya.
“Jadi, Ibumu sehat, Rani?”, tanya Anthony sambil menulis buku cek.
“I… iya, Pak…”, jawab Rani.
“Syukurlah”, jawab Anthony. “Berarti Rani sekarang kelas tiga dong ya? Naik kelas kan?”
“Eh… iya, kelas tiga sekarang Pak..”, Jawab Rani.
“Bagus!”, seru Anthony sambil menyerahkan selembar cek. Tapi Rani diam saja. Anthony menatap Rani dengan kening berkerut.
“Pak Anthony…”, Rani berujar Lirih.
“Iya?”, anthony menatap Rani dengan lembut.
“Cu… eh… cuci darah… Ibu mesti cuci darah itu… seumur hidup Pak…”, Rani terbata-bata.
“Oh iya, biasanya. Kecuali ada yang mau donor ginjal…”, jawab Anthony.
“Jadi selama itu Rani…”, gadis itu diam sesaat, sebelum melanjutkan, “Rani harus minta uang sama Pak Anthony?”
Anthony tersenyum lagi. Dan sekarang ia duduk di sebelah Rani. Rani refleks menggeser duduknya untuk memberikan tempat yang lebih luas pada mantan atasannya itu. “Rani”, ujar Anthony. “Nggak selamanya kamu mesti minta uang sama saya. Nanti kalo udah kerja kan bisa biayain sendiri..”
“Tapi itu kan masih lama…”, Rani makin malu. “Sebelum itu, Rani ngerepotin Pak Anthony terus”
“Ya nggak apa-apa…”, Anthony mencoba menenangkan.
“Tapi… Rani nggak enak harus minta terus…”, jawab Rani lagi. Gadis itu merasa serba salah.
Anthony menghela napas. “Ibumu kerja apa Ran?”
“Tukang cuci”, jawab Rani. “Tukang cuci keliling. Pembantu. Tapi pulang hari, nggak nginep”
“Ahh… begitu”, jawab Anthony. “Kalau begitu jadi lebih mudah”, raut wajah Anthony terlihat sedikit cerah.
“Maksud Bapak apa? Rani nggak ngerti..”
“Ah gini aja Ran, kamu sama Ibu tinggal di rumah saya saja. Ibumu bisa kerja sama saya, saya gaji untuk ngurus-ngurus rumah. Kamu juga bisa berangkat sekolah dari rumah saya. Nah tiap minggu ibumu juga bisa cuci darah kan, saya yang bayarin. Jadi kita simbiose mutualisma”, cerocos Anthony sambil tersenyum lucu.
Rani malah melongo. Tentu saja usulan Anthony adalah usul yang bagus. Tapi…
“Ya sudah deh, Ran. Antar saya ketemu Ibu. Nanti saya yang bicara sama Ibumu..”, kembali Anthony menyunggingkan senyumannya yang khas. “Boleh?”
“Eh, iya terserah Bapak aja…”, Rani masih belum bisa lepas dari rasa kikuknya.
Anthony tertawa. “Kalau Ibumu setuju, tugas pertama kalian adalah, nemenin saya liburan dua minggu, di Bali!”, seru Anthony.
“Bali?”, Rani makin bingung.
“Iya Bali. Kamu masih libur panjang kan? Kamu sama Ibu harus ikut saya. Eh tapi panggil Mas aja Ran”, ujar Anthony.
“Mas?”, Rani terbengong seperti orang linglung.
“Iya, panggil saya Mas aja…”, Anthony menegaskan.
“Pak Anthony… eh.. Mas.. Mas.. Mas.. Anton…”, Rani terbata-bata.
“Boleh! Mas Anton kayaknya bagus. Mas Anton!”, seru Anthony.
Sampai hari ini Rani belum bisa memahami nasib baik yang menaungi dirinya. Bagaikan dijatuhi durian runtuh, nasib Rani seketika berubah. Dari gadis miskin yang mengisi hari hari luangnya dengan pekerjaan rumah, seketika menjelma menjadi gadis yang menghabiskan waktu liburannya di Bali. Tiap hari Rani berjalan-jalan di pantai sekitar hotel tempat mereka menginap. Makan satu meja dengan Anthony, belanja dari mulai gantungan kunci sampai dengan baju. Sampai gadget. Betul, gadget. Walaupun barang yang disebutkan terakhir tidak perlu dibeli disini. Namun kenyataannya Anthony memang membelikan Rani gadget di Bali. Anthony masih dengan sangat murah hati membelanjakan uangnya untuk memanjakan Rani, dan juga Ibunya.
Walaupun demikian, Rani menyadari, semahal apapun pakaian yang dikenakannya sekarang, secanggih apapun gadget yang ada di genggamannya, statusnya sebagai anak dari seorang tukang cuci tidak akan pernah berubah. Namun sebagai seorang gadis remaja biasa, mau tidak mau Rani menikmati juga kehidupan ‘mewah’ yang baru saja diberikan padanya oleh Anthony.
Sekarang Rani sedang menikmati malam terakhirnya di Bali, karena Anthony harus kembali ke Jakarta besok. Dan penuh rasa syukur Rani menatap laut yang hitam pekat dihadapannya. Puluhan lampu kelap kelip tampak dari kejauhan. Pemandangan yang, sebelumnya, hanya bisa dilihat Rani dari buku, majalah, atau acara televisi. Gadis itu berdiri di balkon president suite room pada hotel tempat mereka menginap. Suara desiran ombak terdengar merdu di telinga Rani. Apakah nasibnya sekarang sudah berubah? Pertanyaan itu berkali kali terngiang dalam benak Rani.
“Jika ada orang yang berbuat baik pada kita”, ibunya suatu hari pernah berkata, “terima dan syukurilah. Mungkin itu balasan Tuhan atas perbuatan baik kita di jaman dulu. Tapi, bisa juga itu hutang yang harus dibayar di waktu yang akan datang”
Ingatan akan perkataan ibunya itulah yang masih mengganjal di benak Rani. Jika memang kebaikan yang diberikan Anthony adalah hutang, dengan apakah gadis itu harus membayar? Walaupun Rani sudah berusia enam belas tahun, pemikiran gadis itu masih polos. Untuk membayar semua yang telah diberikan Anthony padanya, dan ibunya juga, rasanya Rani tidak sanggup. Walaupun ia bekerja siang malam selama sepuluh tahun.
“Masih muda kok udah pinter ngelamun!”, seru Anthony tiba tiba dari belakang Rani. Dengan lembut ia mengenakan jasnya di punggung Rani, maksudnya supaya gadis itu terlindung dari terpaan angin laut. “Daripada masuk angin”, ujarnya sambil nyengir.
“Eh… Mas Anton…”, Rani tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Sebenarnya gadis itu risi, tapi, ada perasaan senang ketika Anthony datang dan menyampirkan jasnya di punggungnya. Kayak di film-film romantis, Rani geli sendiri dalam hati.
“Besok kita balik ke Jakarta”, ujar Anthony.
“Ehm, iya Mas. Masih ada yang harus diberesin?”, tanya Rani. Belajar jadi asisten rumah tangga yang baik.
Anthony tersenyum. “Ibu-anak sama aja. Yang dipikirin pekerjaan melulu. Disuruh santai di Bali malah masih nyari-nyari kerjaan”
“Ah nggak, Rani santai aja kok disini”, Rani menyanggah. Mulai berani nyolot pada ‘majikannya’. “Tapi, ada yang masih harus diberesin, Mas?”
Anthony tertawa. “Nggak. Semua kan udah ibu, dan kamu, beresin tadi sore. Besok pagi tinggal berangkat”, Anthony berujar. “Besok sehabis dari bandara, kita langsung ke rumah saya aja. Kamarmu dan kamar Ibumu sudah disiapkan. Oo oo.. jangan melihat saya kayak gitu, Rani. Iya, kamarmu berbeda dengan Ibumu. Saya tahu anak perempuan seumur kamu sudah harus punya kamar sendiri. Privasi. Dan bajumu dan ibumu nanti beli saja lagi. Jadi kamu nggak perlu balik lagi ke rumah kontrakanmu yang butut itu”
Tidak biasanya kediaman Anthony, bujangan pemilik sebuah hotel bintang lima di jakarta, ramai oleh kunjungan tamu-tamunya. Namun hari ini keriuhan tidak terhindarkan karena kedatangan teman-teman Rani, anak dari asisten rumah tangganya yang berulang tahun yang ke tujuh belas.
Anthony sendiri yang berinisiatif mengundang teman-teman Rani, dan mengadakan pesta ulang tahun di rumahnya. Rani pada awalnya menolak, namun Anthony tetap pada pendiriannya. Sehingga membuat Rani tidak bisa berbuat banyak – walaupun senang tentu saja.
Pesta berlangsung sejak jam 18.30. Setelah acara makan malam, dilanjutkan dengan tiup lilin diiringi suara riuh rendah teman-teman Rani yang membuka mulut selebar-lebarnya menyanyikan lagu panjang umurnya. Rani sendiri merasa sangat bahagia. Seumur-umur baru kali ini ulang tahun gadis itu dirayakan.
Setelah potong kue, tentu saja dilanjutkan dengan acara buka kado. Semua teman teman Rani memberikan gadis itu hadiah. Jenisnya bermacam-macam, sampai Rani bingung sendiri. Anehnya selama acara berlangsung, hanya sekali Anthony menampakkan batang hidungnya : ketika menyambut kedatangan teman teman Rani yang memang datang segerombolan. Setelahnya Anthony mengurung diri di kamarnya. Bahkan sampai teman teman Rani pulang, Anthony tidak pernah muncul lagi.
“Jadi maumu apa heh?”, seorang pria terdengar marah-marah dengan lawan bicaranya melalui ponsel.
“Jangan sentuh dia, Pak. Please..”, suara perempuan di ujung sana hampir menangis.
“Apa hakmu ngelarang saya…”, nada suara sang pria terdengar makin tinggi, tapi terpotong jerintan lawan bicaranya.
“Dia itu teman saya. Anak baik baik Pak. Dia masih polos..”, lawan bicara sang pria terdengar putus asa.
“Tidak seperti kamu eh, Dian?”, pungkas sang pria seraya memutuskan hubungan.
Rani baru saja selesai mandi ketika smartphone miliknya berbunyi ‘ping’ beberapa kali. Tidak mengacuhkannya, gadis yang masih mengenakan gaun mandi itu terus saja mengeringkan rambutnya yang basah. Iapun duduk di tempat tidur miliknya yang bersprei satin berwarna putih bersih. Setelah merasakan rambutnya hampir kering, Rani baru meraih smartphonenya.
Apa-apaan sih, si Dian? Tanya Rani dalam hati. Gadis itu berdiri dan berjalan menuju lemari pakaiannya yang berpintu kaca cermin. Tapi tiba tiba Rani kembali teringat akan perkataan ibunya,
“Jika ada orang yang berbuat baik pada kita, terima dan syukurilah. Mungkin itu balasan Tuhan atas perbuatan baik kita di jaman dulu. Tapi, bisa juga itu hutang yang harus dibayar di waktu yang akan datang”
Sial, gerutu Rani dalam hati. Kenapa tiba-tiba aku jadi ketakutan begini sih? Kenapa juga si Dian gila itu mesti ngomong yang nggak-nggak, kan nggak mungkin kalo Mas Anton… Gadis itu terkejut bukan main ketika tiba-tiba pintu kamarnya membuka, Anthony masuk dan langsung mengunci pintunya.
“Mas Anton?”, Rani heran. Belum menyadari bahaya yang tengah mengintai.
“Oh kamu memang cantik, Rani…”, ujar Anthony. Pria itu bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana boxer. Sorot matanya aneh. Ia mendekati Rani dan mencengkeram lengan gadis itu. Sementara dengan tangan lainnya Anthony mencoba melepaskan gaun mandi Rani.
“Mas Anton! Apa-apa…”, Rani berusaha menahannya.
Anthony memelintir lengan Rani sehingga gadis itu memekik kesakitan. Dan kemudian ia mencengkeram tubuh gadis itu dari belakang.
“Ibuuuuu! Tolooong!”, Rani memekik.
“Teriak saja semaumu, manis. Ibumu sudah tidur. Dan asal kau tahu, kamarmu dan kamar ibumu kedap suara”, tangan kiri Anthony berhasil melepaskan ikatan gaun mandi Rani. Sementara tangan kanannya menahan tubuh Rani.
“Mas Anton.. jangan Mas.. tolong..”, Rani mulai menangis.
“Kau pikir kau bisa seenaknya aja ngabisin uangku eh?“, hardik Anthony sambil mencium pipi Rani dengan kasar. “Dasar perempuan murahan. Selalu saja menggunakan kecantikan dan air mata kalian untuk keuntungan. Sial. Jika tidak ada perempuan murahan terkutuk macam kalian, tentu Ayahku tidak selingkuh. Dan Ibuku masih hidup…”
“Mas Anton ngomong apaan sih? Rani nggak…”
“Halah, sudah, lepas aja!”, Anthony menghardik sekaligus menarik gaun mandi Rani dengan keras sehingga gadis itupun telanjang. Anthony langsung menarik Rani ke ranjang dan menindihnya. Dengan kasar ia langsung mengulum bibir Rani. Sementara kedua tangan gadis itu dipegangi dengan kuat. Puas melumat bibir gadis malang itu, Anthony menuju sasaran lain, payudara. Anthony menarik salah satu payudara mungil gadis itu ke pangkalnya sehingga putingnya mencuat ke atas. Detik itu juga anthony menggigit puting itu dan menariknya dengan gemas.
“Aaaaaagh… sakit.. sakit Mas Anton… sakit…”
Anthony hanya mengerang dan memperkuat gigitan. Seperti binatang buas yang mencoba mengoyak daging buruannya dengan ganas. Kemudian ia beralih ke puting Rani yang lain. ia menjilatinya. Sementara Rani hanya bisa meringis. Tapi kemudian Anthony kembali menggigitnya dan menarik puting itu sekuat mungkin. Rani kembali menjerit, dan Anthony seperti tersenyum dalam erangan. Anthony cukup cerdik untuk menyakiti puting Rani tanpa membuat puting Rani putus. Karena jika sampai hal itu terjadi, bisa berakibat fatal. Dan ia tidak bisa bermain dengan tubuh Rani lebih jauh.
“Tetek kamu imut imut kenyal, Ran!”, seru Anthony sambil mengusap mulutnya dari liur yang mengalir. Ia tampak puas melihat kedua payudara Rani yang berwarna kemerahan bekas gigitannya. Anthony kemudian dengan kasar mengangkangkan kedua paha Rani. Gadis itu hanya bisa menangis pasrah. “Wuih Rani, memek kamu masih rapet nih…”, ujarnya sambil mencolek-colek celah vagina Rani yang segaris lurus, bersemayam diatas gundukan yang menyembul berwarna putih bersih tanpa rambut.
Anthony melepaskan boxernya. Seketika burung berotot miliknya menjenjang keluar seperti tiang listrik. Kemudian ia berlutut di antara kedua paha Rani, dan membiarkan kedua kaki Rani yang jenjang itu menjuntai di atas pahanya, sehingga kepala zakar miliknya tepat berada di hadapan belahan mungil rapat di kutub selatan tubuh Rani.
“Mas… jangan Mas… tolong… ampun Mas…”, Rani meratap sambil terisak.
“Ah, persetan!”, Anthony mulai melesakkan kejantanannya ke dalam sangkar imut Rani.
“Jangan Mas… sakiit….”, Rani meringis. Air matanya terus mengalir.
“Perempuan kayak kamu emang harus disakitin. Itu kan yang kalian mau? Setelah menangis, lalu mengais. Mengais uang macam tikus mengais makanan basi di tong sampah!”, Anthony menghardik. Dan seketika mendorong penisnya sejauh mungkin. Dengan sekuat tenaga.
“Aaaaaaagh… sakit Mas…”, Rani merintih pilu. Detik yang sama kejantanan Anthony berhasil merenggut kepolosan tubuh Rani. Darah menetes dari celah mungilnya.
Anthony tertawa serak. Mengerikan. Bagaikan hewan buas yang baru menguasai lawannya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Anthony mulai memompa. Menggenjot tubuh Rani yang malang. Bagaikan memeras sari kemurnian tubuh gadis itu. Menyayat liang vagina Rani, Seiris demi seiris.
“Mas… ampun Mas… periih… sakit….”, Rani merintih memohon belas kasih.
“Ah…” napas Anthony tersengal sengal. “Bohong! kalian bilang sakit, ngh.. ngh.. supaya bisa dapet duit lebih kan…” Anthony makin buas mengaduk liang mungil Rani. Vagina Rani berkontraksi luar biasa, mencoba mengeluarkan batangan asing mengerikan yang menyesakinya. “Ah… memek… memek perawan emang enagh…”, Anthony merasa nikmat luar biasa.
“Eng… Sakit Mas… ampun… udagh Mas.. please… udagh… perih Mas… ampun…”
Anthony makin ganas. Seakan ingin merobek robek liang vagina Rani, ia menghujamkan batangannya bukan hanya untuk merasakan kenikmatan celah surgawi itu, tapi juga untuk menyakiti Rani. Sesakit mungkin. Tapi seketika tubuh Anthonypun menegang. Ototnya mengeras bagai patung. Dan detik itu cairan hina Anthony muncrat dan membanjiri liang mungil Rani. Anthony menghujamkan batangannya sedalam mungkin, mengangkat pantat Rani agak keatas agar spermanya mengalir ke rahim. Seakan akan hendak menghamili gadis itu. Semata mata hanya untuk menambah penderitaanya saja. Jika Rani benar benar hamil, Anthony akan menggugurkannya.
“Ah… memek kamu luar biasa Ran!”, seru Anthony sambil mencabut penisnya dari vagina Rani. “Bener-bener memek perawan sweet seventeen!”
“Mas Anton tegaa…”, Rani meratap sambil terisak isak. Gadis itu langsung terduduk. Memandang celah mungilnya yang sekarang perih luar biasa. Noda merah terpercik di sprei dibawahnya.
Anthony tertawa kasar. “Basa basi”, sergahnya. “Emangnya kamu sebegitu naifnya sehingga mau aja uang yang saya kasih eh? Kamu tidak pernah berprasangka sedikitpun, hari ini pasti terjadi?”, Anthony nyerocos sambil mengenakan kembali boxernya. “Nggak mungkin Ran. Nggak mungkin kamu sebodoh itu. Kamu pasti tahu, cepat atau lambat, pasti…”
“Rani nggak tahu!”, jerit Rani. “Lagipula, waktu itu Rani lagi bingung. Jujur, butuh duit buat Ibu. Apa Rani salah kalo nerima uang, yang Mas Anton kasih sendiri, buat Ibu berobat?”, kembali Rani tersedu-sedu.
“Ah iya”, Anthony berkata sinis. “Ibumu itu butuh uang ya…”, ujarnya sambil mendekati Rani yang terduduk di ranjang. “Kalau begitu”, Anthony duduk di samping Rani, mendorong gadis itu hingga terlentang, kemudian menghujamkan jari tengah dan telunjuknya ke dalam vagina Rani. Seketika Rani menjerit kesakitan. “Siapkan memekmu setiap saat, bocah, Kalau kamu mau aku terus bayar ibumu berobat!”
“Baru pulang Ran?”, tanya Anthony yang sedang duduk di ruang tengah, ketika melihat Rani berjalan masuk masih mengenakan seragam sekolahnya dan bertelanjang kaki.
“Iya Mas”, jawab Rani sambil berjalan masuk ke ruang makan. “Mas Anton belum makan ya?”, ujarnya ketika melihat makanan di atas meja makan masih utuh. “Ibu masih di rumah sakit ya Mas?”
“Iya”, Anthony menjawab pendek. Tiba tiba sudah di pintu ruang makan. Ia langsung memeluk Rani dari belakang. “Aku mau makan kamu dulu…”, Anthony menciumi leher Rani. “Ah, keringat kamupun enak dicium, Ran…”
“Mas… “ Rani meronta. “Jangan… tadi pagi kan udah…”
“Ah, sudah lupa kalo kamu itu pelacurku, Ran? Pelacur!”, Anthony menghardik sambil menyeret Rani ke ruang tengah.
Air mata Rani menitik. Hatinya sakit luar biasa setiap mendengar Anthony menyebutnya pelacur. Tapi gadis itu tidak punya pilihan lain. “Nggak Mas… Rani nggak lupa..”, Rani menjawab. “Tapi Rani baru dapet..”, gadis itu sedikit meronta ingin melepaskan diri. Anthony mencengkeram pinggang gadis itu, memeluknya dari belakang.
Anthony tertawa. “Emang kenapa? Jangan cari-cari alasan!”, pria itu kemudian melepaskan rok yang dikenakan Rani dan memaksa Rani nungging dengan bertumpu tangan di atas sofa. Anthonypun memeloroti celana dalam gadis itu. Seketika darah Ranipun mengalir dan membercak di lantai.
“Mas… kan udah Rani bilang…”
“Iya.. iya tahu… kamu lagi dapet kan?”, Anthony terlihat cuek. Ia langsung melepaskan celana dan celana dalamnya sendiri. “Ah.. suck it in, bitch!”
“Aaaaaagh!”, Rani memekik. Anusnya terasa sakit luar biasa. Rupanya anthony melesakkan kejantanannya ke dalam anus Rani. “Mas! Jangan Mas! Sakiit!”
“Agh… pantatmu enak juga Ran!”, Anthony terus mengobok obok pantat Rani dengan kejantanannya. “Lebih peret dari memek kamu!”
“Agh… sakit Mas… ampun!”, Rani menangis, meringis menahan sakit.
“Agh..”,
Anthoy menampar-nampar kedua bulatan pantat Rani. Rani menangis tersedu sedu. Hujaman demi hujaman terus dilesakkan Anthony, sementara Rani mengeliat-geliat kesakitan. Sampai akhirnya, Anthony mengerang keras, dan penyiksaan itupun berakhir setelah cairan nafsu Anthony yang membanjir. Rani merosot ke lantai. Lantai pualam yang dingin terasa menyejukkan pantatnya yang perih.
“Jilatin kontol gue!”, Anthony membentak. Dengan kepatuhan seorang budak, sambil berlutut Rani menjilati kejantanan Anthony yang mulai melayu itu. Membersihkannya dari noda noda sperma. “Bagus.. “, ujarnya sambil mendorong kepala Rani agar menjauh.
“Mas Anton suka?”, tanya Rani sambil menatap majikannya.
“Suka apaan? Ngentotin pantat kamu?”, Anthony tertawa keras. “Kenapa nanya? Udah keenakan jadi pelacur?”
Rani tersenyum miris. “Kalau Mas Anton senang, Rani juga senang. Yang penting Ibu sehat…”
Anthony menyetir sendirian memasuki kompleks tempat rumahnya berdiri. Jam di dashboard mobil menunjukkan pukul 03.30 pagi, dan tanggal 14 Februari. “Ah iya, 14 Februari ya..”, gumam Anthony. Hari Valentine, cetus Anthony kemudian dalam hati. Bull shit! Hari yang dihiasi cokelat dan hati. Cih! Cokelat. Cewek abg seperti Rani pasti senang diberi cokelat di hari ini. Kontol gue juga warnanya coklat! Anthony terkikik sendiri.
Pria itu baru pulang sehabis karaoke bersama teman-teman sesama pengusaha. Sang teman melanjutkan kegiatannya dengan kegiatan di ranjang bersama lady escort karaoke yang sedari tadi sudah membakar nafsu mereka. Anthony memilih pulang untuk kemudian menggelut tubuh Rani, gadis yang dianggap pelacur pribadinya. Gadis lugu yang selalu pasrah mengikuti kehendaknya, apapun itu.
Hampir pukul empat pagi ketika Anthony membuka pintu kamar Rani yang memang tidak pernah dikunci. Pria itu sangat terkejut mendapati ‘pelacur ciliknya’ sedang duduk bersimpuh di lantai beralaskan karpet kecil, dengan menyelubungi tubuhnya dengan busana putih yang hanya menyisakan wajahnya yang tak tertutup. Air mata gadis itu terlihat berlinang. Samar-samar Anthony dapat mendengar bisikan gadis itu, yang diiringi isak tangis kecil.
“…terima kasih… terima kasih… engkau telah menolong ibu… … mengirim Mas Anthony untuk menolong Ibu… … berkahilah Mas Anton… karena ia baik sekali pada hamba dan ibu… limpahkanlah rezeki kepadanya… hanya engkau yang maha kaya… yang bisa membalas kebaikan Mas Anthony… tetapi kalau masih boleh hamba memohon… hamba mohon…. hamba tidak mau jadi pelacur… hamba tahu itu dosa… jika memang hamba harus melayani… Mas… Anthony… hamba mohon… hamba bisa jadi isteri Mas Anthony… supaya hamba bisa melayaninya dengan tulus… hamba sangat sayang padanya… hamba rela melayaninya… kapanpun… walaupun hamba sampai sakit… hamba tidak menginginkan apa-apa… kesehatan ibu adalah yang paling penting buat hamba…“
Lutut Anthony seketika menjadi lemas mendengarnya. Pria itu merosot hingga jatuh terduduk di lantai. Tanpa tertahan air matanya mengucur deras. Rani yang terkejut mendengar suara orang terjatuh langsung melepaskan busana putih yang membalut gaun tidurnya. Bergegas ia berlari menuju pintu, dimana tampak sesosok bayangan yang terduduk di lantai.
“Lho… Mas Anton?”, Rani heran mendapati majikannya itu menangis.
“Rani…”, ujar Anthony dengan suara serak.
“I… iya Mas?”
“Kamu… kamu…”, Anthony menggenggam tangan Rani kuat-kuat.
“Iya, Mas?”
“Kamu mau nikah sama saya?”, Anthony berujar setelah mengumpulkan kekuatan.
Rani terkejut. Gadis itu mencoba menarik tangannya.
“Jawab Ran! Sekarang!”
Rani diam saja. Gadis itu memandang Anthony yang sedang menangis dengan pandangan lembut. Baru kemudian ia mengangguk.
“Bener?”, Anthony masih mengejar.
Rani mengangguk sekali lagi. Saat itulah Anthony melihat ada yang lain di sorot mata Rani. Ada cinta disana. Ada ketulusan. Ada kebaikan hati. Mirip dengan sorot mata seseorang yang sangat ia kenal, ibu Anthony sendiri.
“Terima kasih ya Ran”, Anthony mencium tangan Rani lekat-lekat. “Terima kasih… dan.. ha..happy… valentine’s day…”
“Mestinya Rani yang bilang terima kasih”, ujar Rani sambil membenamkan tubuhnya di dalam pelukan Anthony.
Senin, 28 Agustus 2023
NIKMATNYA MALAM TERAKHIR BERSAMA RINI
malam itu wiwin sedang menangis dihadapanku ,kisah selingkuh kami ketauan oleh istri ku , aku yang sangat mencintai istriku telah berjanji untuk berhenti selingkuh dan malam ini adalah kesempatanku untuk jelasin semua ke rini.
tidak lama setelah berkenalan ,rini mulai menceritakan kisah cinyanya yang ternyata tidak bahagia , meskipun telah berencana menikah ,calon suaminya ternyata sering berlaku keras dan berkata kasar akupun sering bercerita tentang masalah keluargaku. Pernikahan di usia muda membuatku dan istri sering bertengkar.
malam itu wiwin sedang menangis dihadapanku ,kisah selingkuh kami ketauan oleh istri ku , aku yang sangat mencintai istriku telah berjanji untuk berhenti selingkuh dan malam ini adalah kesempatanku untuk jelasin semua ke rini.
tidak lama setelah berkenalan ,rini mulai menceritakan kisah cinyanya yang ternyata tidak bahagia , meskipun telah berencana menikah ,calon suaminya ternyata sering berlaku keras dan berkata kasar akupun sering bercerita tentang masalah keluargaku. Pernikahan di usia muda membuatku dan istri sering bertengkar.
Sementara ketika menghadapi Rini yang sabar dan penyayang, aku merasa sangat nyaman. Begitu juga yang Rini rasakan ketika bertemu aku. Tanpa sadar, kami pun sering ber sms dan mulai mengatakan saling menyayangi. Hanya saja, sebuah sms yang salah kirim membongkar semua. Kini Rini bersedia datang menemuiku di kamar kosan tempat kami biasa berduaan.
Tanpa lama-lama lagi, kubuka baju itu, dan terpampang sebuah pemandangan yang sangat indah yang seperti baru pertama kali kulihat. Hamparan kulit putih bersih dan tercium wangi yang biasa ditutup sangat rapat sekarang terbuka lebar di hadapanku untuk kunikmati. Kuelus lembut perutnya, dan ternyata sangat sangat halus dan lembut. Payudara yang tersembul tertutupi bra warna hijau adalah puncak keindahan pemandangan itu. Namun aku yakin ada yang lebih indah di dalamnya.
Kulepas paksa bra itu, diiringi rintihan penolakan kecil yang tak berarti dan tidak menghentikan aku untuk melakukannya. Tak perlu usaha keras, bra itupun tak lagi menutupi keindahan itu. Dua buah payudara yang putih dan sangat mulus, berujungkan puting kecil berwarna merah muda yang menegang.
Warnanya yang merah muda segar menandakan area ini belum pernah dijamah pria manapun. Sungguh makin tak kuasa aku menahan gejolak ini. Kuremas payudara itu dengan lembut, dan kuhisap putingnya. Gerak lidahku bermain membuat Rini mendesah-desah pendek, sambil menggerak-gerakkan kakinya.
Aku tahu dia gelisah, terjadi pertarungan antara ketakutan karena ini adalah pengalaman pertama, sekaligus dorongan nafsu yang sudah di ubun-ubun. Kurasakan tangannya menyentuh bagian belakang kepalaku dan membantunya bergerak. Dia menikmati itu. Pasti.
Ciumanku kembali ke atas, menjamah leher dan kemudian telinganya. Aku sempat bertanya, “Kenapa mau Rin?”. Sambil menyentuhkan payudaranya ke dadaku yang kini bersentuhan, dia berbisik, “Beginilah kalau wanita sudah cinta, Ari..”. Karena terbawa suasana, tanganku kini menjelajah pangkal pahanya yang masih tertutup rok panjang warna hitam.
Sementara ketika menghadapi Rini yang sabar dan penyayang, aku merasa sangat nyaman. Begitu juga yang Rini rasakan ketika bertemu aku. Tanpa sadar, kami pun sering ber sms dan mulai mengatakan saling menyayangi. Hanya saja, sebuah sms yang salah kirim membongkar semua. Kini Rini bersedia datang menemuiku di kamar kosan tempat kami biasa berduaan.
Tanpa lama-lama lagi, kubuka baju itu, dan terpampang sebuah pemandangan yang sangat indah yang seperti baru pertama kali kulihat. Hamparan kulit putih bersih dan tercium wangi yang biasa ditutup sangat rapat sekarang terbuka lebar di hadapanku untuk kunikmati. Kuelus lembut perutnya, dan ternyata sangat sangat halus dan lembut. Payudara yang tersembul tertutupi bra warna hijau adalah puncak keindahan pemandangan itu. Namun aku yakin ada yang lebih indah di dalamnya.
Kulepas paksa bra itu, diiringi rintihan penolakan kecil yang tak berarti dan tidak menghentikan aku untuk melakukannya. Tak perlu usaha keras, bra itupun tak lagi menutupi keindahan itu. Dua buah payudara yang putih dan sangat mulus, berujungkan puting kecil berwarna merah muda yang menegang.
Warnanya yang merah muda segar menandakan area ini belum pernah dijamah pria manapun. Sungguh makin tak kuasa aku menahan gejolak ini. Kuremas payudara itu dengan lembut, dan kuhisap putingnya. Gerak lidahku bermain membuat Rini mendesah-desah pendek, sambil menggerak-gerakkan kakinya.
Aku tahu dia gelisah, terjadi pertarungan antara ketakutan karena ini adalah pengalaman pertama, sekaligus dorongan nafsu yang sudah di ubun-ubun. Kurasakan tangannya menyentuh bagian belakang kepalaku dan membantunya bergerak. Dia menikmati itu. Pasti.
Ciumanku kembali ke atas, menjamah leher dan kemudian telinganya. Aku sempat bertanya, “Kenapa mau Rin?”. Sambil menyentuhkan payudaranya ke dadaku yang kini bersentuhan, dia berbisik, “Beginilah kalau wanita sudah cinta, Ari..”. Karena terbawa suasana, tanganku kini menjelajah pangkal pahanya yang masih tertutup rok panjang warna hitam.
Minggu, 27 Agustus 2023
BERTUKAR PASANGAN DENGAN TETANGGA
Kurasa tidak perlu aku ceritakan tentang nama dan asalku, serta tempat dan alamatku sekarang. Usiaku sekarang sudah mendekati empat puluh tahun, kalau dipikir-pikir seharusnya aku sudah punya anak, karena aku sudah menikah hampir lima belas tahun lamanya. Walaupun aku tidak begitu ganteng, aku cukup beruntung karena mendapat isteri yang menurutku sangat cantik. Bahkan dapat dikatakan dia yang tercantik di lingkunganku, yang biasanya menimbulkan kecemburuan para tetanggaku.
Isteriku bernama Resty. Ada satu kebiasaanku yang mungkin jarang orang lain miliki, yaitu keinginan sex yang tinggi. Mungkin para pembaca tidak percaya, kadang-kadang pada siang hari selagi ada tamu pun sering saya mengajak isteri saya sebentar ke kamar untuk melakukan hal itu. Yang anehnya, ternyata isteriku pun sangat menikmatinya. Walaupun demikian saya tidak pernah berniat jajan untuk mengimbangi kegilaanku pada sex. Mungkin karena belum punya anak, isteriku pun selalu siap setiap saat.
Kegilaan ini dimulai saat hadirnya tetangga baruku, entah siapa yang mulai, kami sangat akrab. Atau mungkin karena isteriku yang supel, sehingga cepat akrab dengan mereka. Suaminya juga sangat baik, usianya kira-kira sebaya denganku. Hanya isterinya, wooow busyet.., selain masih muda juga cantik dan yang membuatku gila adalah bodynya yang wah, juga kulitnya sangat putih mulus.
Mereka pun sama seperti kami, belum mempunyai anak. Mereka pindah ke sini karena tugas baru suaminya yang ditempatkan perusahaannya yang baru membuka cabang di kota tempatku. Aku dan isteriku biasa memanggil mereka Mas Agus dan Mbak Rini. Selebihnya saya tidak tahu latar belakang mereka. Boleh dibilang kami seperti saudara saja karena hampir setiap hari kami ngobrol, yang terkadang di teras rumahnya atau sebaliknya.
Pada suatu malam, saya seperti biasanya berkunjung ke rumahnya, setelah ngobrol panjang lebar, Agus menawariku nonton VCD blue yang katanya baru dipinjamnya dari temannya. Aku pun tidak menolak karena selain belum jauh malam kegiatan lainnya pun tidak ada. Seperti biasanya, film blue tentu ceritanya itu-itu saja. Yang membuatku kaget, tiba-tiba isteri Agus ikut nonton bersama kami.
“Waduh, gimana ini Gus..? Nggak enak nih..!”
“Nggak apa-apalah Mas, toh itu tontonan kok, nggak bisa dipegang. Kalau Mas nggak keberatan, Mbak Res diajak sekalian.” katanya menyebut isteriku.
Aku tersinggung juga waktu itu. Tapi setelah kupikir-pikir, apa salahnya? Akhirnya aku pamit sebentar untuk memanggil isteriku yang tinggal sendirian di rumah.
“Gila kamu..! Apa enaknya nonton gituan kok sama tetangga..?” kata isteriku ketika kuajak.
Akhirnya aku malu juga sama isteriku, kuputuskan untuk tidak kembali lagi ke rumah Agus. Mendingan langsung tidur saja supaya besok cepat bangun. Paginya aku tidak bertemu Agus, karena sudah lebih dahulu berangkat. Di teras rumahnya aku hanya melihat isterinya sedang minum teh. Ketika aku lewat, dia menanyaiku tentang yang tadi malam. Aku bilang Resty tidak mau kuajak sehingga aku langsung saja tidur.
Mataku jelalatan menatapinya. Busyet.., dasternya hampir transparan menampakkan lekuk tubuhnya yang sejak dulu menggodaku. Tapi ah.., mereka kan tetanggaku. Tapi dasar memang pikiranku sudah tidak beres, kutunda keberangkatanku ke kantor, aku kembali ke rumah menemui isteriku. Seperti biasanya kalau sudah begini aku langsung menarik isteriku ke tempat tidur. Mungkin karena sudah biasa Resty tidak banyak protes. Yang luar biasa adalah pagi ini aku benar-benar gila. Aku bergulat dengan isteriku seperti kesetanan. Kemaluan Resty kujilati sampai tuntas, bahkan kusedot sampai isteriku menjerit. Edan, kok aku sampai segila ini ya, padahal hari masih pagi.Tapi hal itu tidak terpikirkan olehku lagi.
Isteriku sampai terengah-engah menikmati apa yang kulakukan terhadapnya. Resty langsung memegang kemaluanku dan mengulumnya, entah kenikmatan apa yang kurasakan saat itu. Sungguh, tidak dapat kuceritakan.
“Mas.., sekarang Mas..!” pinta isteriku memelas.
Akhirnya aku mendekatkan kemaluanku ke lubang kemaluan Resty. Dan tempat tidur kami pun ikut bergoyang.
Setelah kami berdua sama-sama tergolek, tiba-tiba isteriku bertanya, “Kok Mas tiba-tiba nafsu banget sih..?”
Aku diam saja karena malu mengatakan bahwa sebenarnya Rini lah yang menaikkan tensiku pagi ini.
Sorenya Agus datang ke rumahku, “Sepertinya Mas punya kelainan sepertiku ya..?” tanyanya setelah kami berbasa-basi.
“Maksudmu apa Gus..?” tanyaku heran.
“Isteriku tadi cerita, katanya tadi pagi dia melihat Mas dan Mbak Resty bergulat setelah ngobrol dengannya.”
Loh, aku heran, dari mana Rini nampak kami melakukannya? Oh iya, baru kusadari ternyata jendela kamar kami saling berhadapan.
Agus langsung menambahkan, “Nggak usah malu Mas, saya juga maniak Mas.” katanya tanpa malu-malu.
“Begini saja Mas,” tanpa harus memahami perasaanku, Agus langsung melanjutkan, “Aku punya ide, gimana kalau nanti malam kita bikin acara..?”
“Acara apa Gus..?” tanyaku penasaran.
“Nanti malam kita bikin pesta di rumahmu, gimana..?”
“Pesta apaan..? Gila kamu.”
“Pokoknya tenang aja Mas, kamu cuman nyediain makan dan musiknya aja Mas, nanti minumannya saya yang nyediain. Kita berempat aja, sekedar refresing ajalah Mas, kan Mas belum pernah mencobanya..?”
Malamnya, menjelang pukul 20.00, Agus bersama isterinya sudah ada di rumahku. Sambil makan dan minum, kami ngobrol tentang masa muda kami. Ternyata ada persamaan di antara kami, yaitu menyukai dan cenderung maniak pada sex. Diiringi musik yang disetel oleh isteriku, ada perasaan yang agak aneh kurasakan. Aku tidak dapat menjelaskan perasaan apa ini, mungkin pengaruh minuman yang dibawakan Agus dari rumahnya.
Tiba-tiba saja nafsuku bangkit, aku mendekati isteriku dan menariknya ke pangkuanku. Musik yang tidak begitu kencang terasa seperti menyelimuti pendengaranku. Kulihat Agus juga menarik isterinya dan menciumi bibirnya. Aku semakin terangsang, Resty juga semakin bergairah. Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Tidak berapa lama Resty sudah telanjang bulat, entah kapan aku menelanjanginya. Sesaat aku merasa bersalah, kenapa aku melakukan hal ini di depan orang lain, tetapi kemudian hal itu tidak terpikirkan olehku lagi. Seolah-olah nafsuku sudah menggelegak mengalahkan pikiran normalku.
Kuperhatikan Agus perlahan-lahan mendudukkan Rini di meja yang ada di depan kami, mengangkat rok yang dikenakan isterinya, kemudian membukanya dengan cara mengangkatnya ke atas. Aku semakin tidak karuan memikirkan kenapa hal ini dapat terjadi di dalam rumahku. Tetapi itu hanya sepintas, berikutnya aku sudah menikmati permainan itu. Rini juga tinggal hanya mengenakan BH dan celana dalamnya saja, dan masih duduk di atas meja dengan lutut tertekuk dan terbuka menantang.
Perlahan-lahan Agus membuka BH Rini, tampak dua bukit putih mulus menantang menyembul setelah penutupnya terbuka.
“Kegilaan apa lagi ini..?” batinku.
Seolah-olah Agus mengerti, karena selalu saya perhatikan menawarkan bergantian denganku. Kulihat isteriku yang masih terbaring di sofa dengan mulut terbuka menantang dengan nafas tersengal menahan nafsu yang menggelora, seolah-olah tidak keberatan bila posisiku digantikan oleh Agus.
Kemudian kudekati Rini yang kini tinggal hanya mengenakan celana dalam. Dengan badan yang sedikit gemetar karena memang ini pengalaman pertamaku melakukannya dengan orang lain, kuraba pahanya yang putih mulus dengan lembut. Sementara Agus kulihat semakin beringas menciumi sekujur tubuh Resty yang biasanya aku lah yang melakukannya.
Perlahan-lahan jari-jemariku mendekati daerah kemaluan Rini. Kuelus bagian itu, walau masih tertutup celana dalam, tetapi aroma khas kemaluan wanita sudah terasa, dan bagian tersebut sudah mulai basah. Perlahan-lahan kulepas celana dalamnya dengan hati-hati sambil merebahkan badannya di atas meja. Nampak bulu-bulu yang belum begitu panjang menghiasi bagian yang berada di antara kedua paha Rini ini.
“Peluklah aku Mas, tolonglah Mas..!” erang Rini seolah sudah siap untuk melakukannya.
Tetapi aku tidak melakukannya. Aku ingin memberikan kenikmatan yang betul-betul kenikmatan kepadanya malam ini. Kutatapi seluruh bagian tubuh Rini yang memang betul-betul sempurna. Biasanya aku hanya dapat melihatnya dari kejauhan, itu pun dengan terhalang pakaian. Berbeda kini bukan hanya melihat, tapi dapat menikmati. Sungguh, ini suatu yang tidak pernah terduga olehku. Seperti ingin melahapnya saja.
Kemudian kujilati seluruhnya tanpa sisa, sementara tangan kiriku meraba kemaluannya yang ditumbuhi bulu hitam halus yang tidak begitu tebal. Bagian ini terasa sangat lembut sekali, mulut kemaluannya sudah mulai basah. Perlahan kumasukkan jari telunjukku ke dalam.
“Sshh.., akh..!” Rini menggelinjang nikmat.
Kuteruskan melakukannya, kini lebih dalam dan menggunakan dua jari, Rini mendesis.
Kini mulutku menuju dua bukit menonjol di dada Rini, kuhisap bagian putingnya, tubuh Rini bergetar panas. Tiba-tiba tangannya meraih kemaluanku, menggenggam dengan kedua telapaknya seolah takut lepas. Posisi Rini sekarang berbaring miring, sementara aku berlutut, sehingga kemaluanku tepat ke mulutnya. Perlahan dia mulai menjilati kemaluanku. Gantian badanku sekarang yang bergetar hebat.
Rini memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya. Ya ampun, hampir aku tidak sanggup menikmatinya. Luar biasa enaknya, sungguh..! Belum pernah kurasakan seperti ini. Sementara di atas Sofa Agus dan isteriku seperti membentuk angka 69. Resty ada di bawah sambil mengulum kemaluan Agus, sementara Agus menjilati kemaluan Resty. Napas kami berempat saling berkejaran, seolah-olah melakukan perjalanan panjang yang melelahkan. Bunyi Music yang entah sudah beberapa lagu seolah menambah semangat kami.
Kini tiga jari kumasukkan ke dalam kemaluan Rini, dia melenguh hebat hingga kemaluanku terlepas dari mulutnya. Gantian aku sekarang yang menciumi kemaluannya. Kepalaku seperti terjepit di antara kedua belah pahanya yang mulus. Kujulurkan lidahku sepanjang-panjangnya dan kumasukkan ke dalam kemaluannya sambil kupermainkan di dalamnya. Aroma dan rasanya semakin memuncakkan nafsuku. Sekarang Rini terengah-engah dan kemudian menjerit tertahan meminta supaya aku segera memasukkan kemaluanku ke lubangnya.
Cepat-cepat kurengkuh kedua pahanya dan menariknya ke bibir meja, kutekuk lututnya dan kubuka pahanya lebar-lebar supaya aku dapat memasukkan kemaluanku sambil berjongkok. Perlahan-lahan kuarahkan senjataku menuju lubang milik Rini.
Dengan pasti kumasukkan lebih dalam sambil sesekali menarik sedikit dan mendorongnya lagi. Ada kenikmatan luar biasa yang kurasakan ketika aku melakukannya. Mungkin karena selama ini aku hanya melakukannya dengan isteriku, kali ini ada sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
Tanganku sekarang sudah meremas payudara Rini dengan lembut sambil mengusapnya. Mulut Rini pun seperti megap-megap kenikmatan, segera kulumat bibir itu hingga Rini nyaris tidak dapat bernapas, kutindih dan kudekap sekuat-kuatnya hingga Rini berontak. Pelukanku semakin kuperketat, seolah-olah tidak akan lepas lagi. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh kami. Agus dan isteriku tidak kuperhatikan lagi. Yang kurasakan sekarang adalah sebuah petualangan yang belum pernah kulalui sebelumnya. Pantatku masih naik turun di antara kedua paha Rini.
Luar biasa kemaluan Rini ini, seperti ada penyedot saja di dalamnya. Kemaluanku seolah tertarik ke dalam. Dinding-dindingnya seperti lingkaran magnet saja. Mata Rini merem melek menikmati permainan ini. Erangannya tidak pernah putus, sementara helaan napasnya memburu terengah-engah.Posisi sekarang berubah, Rini sekarang membungkuk menghadap meja sambil memegang kedua sisi meja yang tadi tempat dia berbaring, sementara saya dari belakangnya dengan berdiri memasukkan kemaluanku. Hal ini cukup sulit, karena selain ukuran kemaluanku lumayan besar, lubang kemaluan Rini juga semakin ketat karena membungkuk.
Kukangkangkan kaki Rini dengan cara melebarkan jarak antara kedua kakinya. Perlahan kucoba memasukkan senjataku. Kali ini berhasil, tapi Rini melenguh nyaring, perlahan-lahan kudorong kemaluanku sambil sesekali menariknya. Lubangnya terasa sempit sekali. Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan milik Rini membasahi lubang dan kemaluanku hingga terasa nikmat sekarang. Kembali kudorong senjataku dan kutarik sedikit. Goyanganku semakin lincah, pantatku maju mundur beraturan. Sepertinya Rini pun menikmati gaya ini.
Buah dada Rini bergoyang-goyang juga maju-mundur mengikuti irama yang berasal dari pantatku. Kuremas buah dada itu, kulihat Rini sudah tidak kuasa menahan sesuatu yang tidak kumengerti apa itu. Erangannya semakin panjang. Kecepatan pun kutambah, goyangan pinggul Rini semakin kuat. Tubuhku terasa semakin panas. Ada sesuatu yang terdorong dari dalam yang tidak kuasa aku menahannya. Sepertinya menjalar menuju kemaluanku. Aku masih berusaha menahannya.
Segera aku mencabut kemaluanku dan membopong tubuh Rini ke tempat yang lebih luas dan menyuruh Rini telentang di bentangan karpet. Secepatnya aku menindihnya sambil menekuk kedua kakinya sampai kedua ujung lututnya menempel ke perut, sehingga kini tampak kemaluan Rini menyembul mendongak ke atas menantangku. Segera kumasukkan senjataku kembali ke dalam lubang kemaluan Rini.
Pantatku kembali naik turun berirama, tapi kali ini lebih kencang seperti akan mencapai finis saja. Suara yang terdengar dari mulut Rini semakin tidak karuan, seolah menikmati setiap sesuatu yang kulakukan padanya. Tiba-tiba Rini memelukku sekuat-kuatnya. Goyanganku pun semakin menjadi. Aku pun berteriak sejadinya, terasa ada sesuatu keluar dari kemaluanku. Rini menggigit leherku sekuat-kuatnya, segera kurebut bibirnya dan menggigitnya sekuatnya, Rini menjerit kesakitan sambil bergetar hebat.
Mulutku terasa asin, ternyata bibir Rini berdarah, tapi seolah kami tidak memperdulikannya, kami seolah terikat kuat dan berguling-guling di lantai. Di atas sofa Agus dan isteriku ternyata juga sudah mencapai puncaknya. Kulihat Resty tersenyum puas. Sementara Rini tidak mau melepaskan kemaluanku dari dalam kemaluannya, kedua ujung tumit kakinya masih menekan kedua pantatku. Tidak kusadari seluruh cairan yang keluar dari kemaluanku masuk ke liang milik Rini. Kulihat Rini tidak memperdulikannya.
Perlahan-lahan otot-ototku mengendur, dan akhirnya kemaluanku terlepas dari kemaluan Rini. Rini tersenyum puas, walau kelelahan aku pun merasakan kenikmatan tiada tara. Resty juga tersenyum, hanya nampak malu-malu. Kemudian memunguti pakaiannya dan menuju kamar mandi.
Hingga saat ini peristiwa itu masih jelas dalam ingatanku. Agus dan Rini sekarang sudah pindah dan kembali ke Jakarta. Sesekali kami masih berhubungan lewat telepon. Mungkin aku tidak akan pernah melupakan peristiwa itu. Pernah suatu waktu Rini berkunjung ke rumah kami, kebetulan aku tidak ada di rumah. Dia hanya ketemu dengan isteriku. Seandainya saja…
Sabtu, 26 Agustus 2023
SELINGKUHAN YANG MENGGETARKA
Setelah kupakai kaos dan celana yang kuambil dari lemari dan cuci muka sedikit, aku menuju ke ruang tamu, membuka pintu.
“Halo, mas….’Pa kabar..?” sahut Rika begitu melihatku membuka pintu.
“Baik, dik. Ayo masuk dulu. Tumben nih pagi-pagi, kayaknya ada yang penting?” tanyaku seraya mengajak Rika menuju ruang tengah.Mataku sedikit terbelalak melihat pakaiannya. Bagaimana tidak?
Kaos ketat menempel dibadannya, dipadukan dengan celana spandex ketat berwarna putih. Aku melihat lipatan cameltoe di selangkangannya menandakan bahwa didaerah itu tidak ada bulu jembutnya, dan saat aku berjalan dibelakangnya, tak kulihat garis celana dalam membayang di spandexnya.
Hmm… mana mungkin dia gak pake CD..mungkin pake G-string, pikirku. Kami berdua segera menuju ruang tengah. Untung saja, film bokep yang aku setel udah selesai, jadi Rika nggak sempat melihat film apa yang tengah aku setel.
“Ini lho mas, aku mau anter oleh-oleh. Kan kemarin aku baru dateng dari Jepang. Nah, ini aku bawain ….sedikit bawaan lah, buat kamu sama Indah. Itung-itung membagi kesenangan.”
“Wah…tengkyu banget lho…kamu baik banget”
“Ah, biasa aja lageee..hehehe”
Kami berdua sejenak ngobrol-ngobrol, karena memang sudah beberapa bulan Rika nggak berkunjung ke rumahku. Rika ini adalah salah satu sahabat istriku, selain Firda. Diam-diam, akupun juga terobsesi dapat menikmati tubuhnya. Ya, Rika seorang wanita yang mungil.
Tinggi badannya nggak lebih dari 155cm. Bandingkan dengan tinggiku yang 170. Warna kulitnya putih, tapi cenderung kemerahan. Hmm..aku sering berkhayal lagi ngent*tin Rika, sambil aku gendong dan aku rajam memiawnya dengan tongkolku. Pasti dia merintih-rintih menikmati hujaman tongkolku.
“Hey…bengong aja…ngeliatin apa sih..” tegur Rika.
“Eh…ah…anu…enggak. Cuma lagi mikir, kapan ya gw bisa jalan-jalan sama kamu…”
Eits..kok ngomongku ngelantur begini sih. Aduh…gawat deh…
“Alaaa..mikirin jalan-jalan apa lagi ngeliatin sesuatu?” Rika melirikku dengan pandangan menyelidik.
Mati aku… berarti waktu aku ngeliatin bodynya, ketahuan dong kalo aku melototin selangkangannya. Wah….
“Ya udah, mas. Aku pamit dulu, abis Indah pergi. Lagian,dari tadi kamu ngeliatin melulu. Ngeri aku…ntar diperkosa sama kamu deh..hiyyy…” Rika bergidik ambil tertawa.
Aku Cuma tersenyum.
“Ya udah, kalo kamu mau pamit. Aku gak bisa ngelarang.”
“Aku numpang pipis dulu ya.”Rika menuju kamar mandi di sebelah kamarku.
“Iya.”
Tepat saat Rika masuk kamar mandi, sambil berjingkat Firda keluar dari kamarku.
Aku terkejut, dan segera menyuruhnya masuk lagi, karena takut ketahuan. Ternyata CD Firda ketinggalan di kursi yang tadi didudukinya waktu sedang aku jilat memiawnya.
Astagaaa…untung Rika nggak ngeliat…atu jangan-jangan dia udah liat, makanya sempat melontarkan pandangan menyelidik? Entahlah.
“Cepeeeett..ambil trus ke kamar lagi.”perintahku sambil berbisik.
Firda mengangguk, segera menyambar Cdnya dan…
“Ceklek….!”
Pintu kamar mandi terbuka, dan saat Rika keluar, kulihat wajahnya terkejut melihat Firda berdiri terpaku dihadapannya sambil memegang celana dalamnya yang belum sempat dipakainya. Ditambah keadaan Firda yang hanya memaki kaos, tetapi dibawah tidak memakai celana jeansnya.
Akupun terkejut, dan berdiri terpaku. Hatiku berdebar, tak tahu apa yang harus kuperbuat atau kuucapkan. Semuanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan tak terelakkan. Kepalaku terasa pening.
“firda…? Kamu lagi ngapain?” Rika bertanya dengan wajah bingung campur kaget.
“Eh…anu…ini lho…”kudengar Firda gelagapan menjawab pertanyaan Rika.
“Kok kamu megang celana dalem? Setengah telanjang lagi?” selidik Rika. “Oo…aku tau…pasti kamu berdua lagi berbuat yaaa…?”
“Enggak Rik. Ngaco kamu, orang Firda lagi numpang dandan di kamarku kok.” Sergahku membela diri.
“Trus, kalo emang numpang dandan, ngapain dia diruangan ni, pake bawa celana dalem lagi.” Udah gitu telanjang juga..Hayo!!!” Rika bertanya dengan galak.
“Sini liat.” Rika menghampiri Firda dan cepat merebut celana dalam yang dipegang Firda, tanpa perlawanan dari Firda.
“Kok basah…?”Rika mengerutkan keningnya. “Nhaaaaa..bener kan…hayooooo….kamu ngapain…?”
“udah deh, Rik…emang bener, aku lagi mau ML sama Firda. Belum sempet aku ent*t, sih. Baru aku jilat-jilat memiawnya, keburu kamu dateng.” Aku menyerah dan memilih menjelaskan apa yang barusan aku lakukan.
“Kamu tuh ya…udah punya istri masih doyan yang lain. Ini cewek juga sama aja, gatel ngeliat suami sahabatnya sendiri.” Rika memaki kami berdua dengan wajah merah padam.
“Terserah kamu lah…kamu mau laporin aku sama Firda ke polisi…silakan. Mau laporin ke Indah…terserah….”ucapku pasrah.
“Hmm…kalo aku laporin ke Indah…kasian dia. Nanti dia kaget.Kalo ke polisi….ah…ngrepotin.” Rika meninmbang-nimbang apa yang hendak dilakukannya.
“Gini aja mas. Aku gak laporin ke mana-mana. Tapi ada syaratnya.” Rika memberikan tawarannya kepadaku.
“Apa syaratnya, Rik?”
“Nggak berat kok. Gampang banget dan mudah.”
“Iya, apaan syaratnya?” Firda ikut bertanya
“Terusin apa yang kamu berdua tadi lakuin. Aku duduk disini, nonton. Bagaimana?”
“WHAT?” aku dan Firda berteriak bebarengan. “Gila lu ya, masa mau nonton orang lagi ML?”
“Ya terserah kamu.Mau pilih mana…?”Rika mencibir dengan senyum kemenangan.
Aku dan Firda saling berpandangan. Kuhampiri Firda, kubelai tangan dan rambutnya. Firda seolah memahami dan menyetujui syarat yang diajukan Rika. Segera saja kulumat bibirnya yang ranum dan tanganku meremas pantatnya yang sekel. Firda segera membuka kaosnya.
Sambil terus berciuman dan meremas pantatnya, kubimbing Firda menuju sofa. Kurebahkan ia disana, dan dengan cekatan dilepaskannya kaos dan celana ku sehingga aku sekarang telanjang bulat di hadapan Firda dan Rika.
Aku melirik Rika, yang duduk menyilangkan kakinya. Kulihat wajahnya menegang seperti tegangnya tongkolku. Aku tersenyum-senyum kearahnya, sambil memainkan dan mengocok-ngocok tongkolku, seolah hendak memamerkan kejantananku.
“Ayo, ndrew…cepetan deh…udah gak tahan, honey…”firda merintih. “Biarin aja si Rika…paling dia juga udah basah.”
“Enak aja kamu bilang.”sergah Rika. “Udah buruan, aku pengen liat kayak apa sih kalian kalo ML.”
Aku menatap mata Firda yang mulai sayu dan tersenyum. Setelah melepas seluruh pakaiannya, sempurnalah ketelanjangbulatan kami berdua. Tak sabar, segera k usosor memiaw Firda yang sangat becek oleh lendir birahinya.
“Achhhh….sshhhh….ooouufffffggg…Andreeeeewwwwww….”firda menjerit dan mengerang menerima serangan lidahku. Pantatnya tersentak keatas, mengikuti irama permainan lidahku.
Hmmm…nikmat sekali. memiawnya berbau segar, tanda bahwa memiaw ini sangat terawat. Dan yang membutku girang adalah lendir memiawnya yang meleleh deras, seiring dengan makin kuatnya goyangan pinggulnya.
“Hmmmppppppff…Andrew…Andrew…sayaaaanngg.. akh…akh…akkkkkuu…”firda da terus merintih. Nafasnya tersengal-sengal, seolah ada sesuatu yang mendesaknya. ‘Akku……mmmhhhhh…ssshhh….”
“Keluarin sayang….keluarin yang banyak…..”aku berbisik sambil jari tengahku terus mengocok memiawnya, dan jempolku menggesek itilnya yang sudah sangat keras. Baik itil maupun memiaw Firda sudah benar-benar berwarna merah, sangat basah akibat lendirnya yang meleleh, hingga membasahi belahan pantat dan sofa.Cerita Sex
Segera aktivitas tanganku kuganti dengan jilatan lidahku lagi. Hal ini membuatpaha Firda menegang, tangannya menjambak rambutku, sekaligus membenamkan kepalaku ditengah jepitan pahanya yang menegang. Aku merasakan memiawnya berdenyut, dan ada lelehan cairan hangat menerpa bibirku.
“ANDREEEEEEWWWWWWW…..AAAAACCCCHHHHHHHHH……”Lin da menjerit keras sekali, menjepit kepalaku dengan pahanya, menekan kepalaku di selangkangannya dan berguncang hebat sekali.
Tak kusia-siakan lendir yang meleleh itu. Kusedot semuanya, kutelan semuanya. Ya, aku tidak mau membuang lendir kenikmatan Firda. Sedotanku pada memiawnya membuat guncanganLinda makin keras…dan akhirnya Firda terdiam seperti orang kejang. Tubuhnya kaku dan gemetaran.
“Oooohhhh…Ndreww…aaachhh…..”Linda menceracau sambil gemetaran.
“Enn..en….Nik…mat…bangeth….sssse….dothan…sama jhiilatan kkk…kamu…”
Kulihat Firda tersenyum dengan wajah puas. Segera kuarahkan bibrku m elumat putingnya yang keras dan kemerahan. Meskipun sudah melahirkan dan menyusui dua anak, payudara Firda sangat terawat, kencang.
Dan putingnya masih berwwarna kemerahan. Siapa lelaki yang tahan melihat warna putting seperti itu, apalgi sekarang puting merah itu benar-benar masih keras dan mengacung meski pemiliknya barusan menggapai orgasme.
“Shhh Dreeewwww…iihhhh…geli….” Lnda menggelinjang saat kuserbu putingnya. Aku tidak mempedulikan rintihannya. Kulumat putingnya dengan ganas sehingga badan Firda mulai mengejang lagi. Daftar Poker Online
Tanpa aba-aba, segera kusorongkan tongkolku yang memang sudah mengeras seperti kayu ke memiaw Firda. Blessss…….
“Ahhhhkkk…..mmmmppppfff…..ooooooggggghhhh….”p antat Firda tersentak kedepan, seiring dengan menancapnya tongkolku di mekinya. Kutekan tongkolku makin dalam da n kuhentikan sejenak disana.
Terasa sekali memiaw Firda berkedut-kedut, walaupun tergolong super becek.
“Ayo, ndre…..gocek tongkol kamuh….akk….kkuuuu….udah mau…keluarrrrr…laggiiiihhh…”Linda merintih memohon.
Segera kugocek tongkolku dengan ganas. “crep.crep…cplakkk….cplaakkkk…cplaakkkk ….” suar gesekan tongkolku dengan memiaw Firda yang sudah basah kuyup nyaring terdengar.
Tak lupa kulumat bibirnya yang ranum, dan tanganku menggerayang memilin menikmati payudara dan putingnya. Sesaat kemudian kulihat mata Lnda terbalik, Cuma terlihat putihnya. Kakinya dilipat mengapit pinggul dan pantatku. Tangannya memeluk ubuhku erat.
“ Firda menjerit keras dan sekejap terdiam. Tubuhnya bergetar hebat. Terasa di tongkolku denyutan memiaw Linda…sangat kuat. Berdenyut-denyut, seolah hendak memijit dan memaksa spermaku untuk segera mengguyur menyiram memenya yang luar biasa becek.
Makin kuat kocokan tongkolku didalam memiaw Firda, makin kencang pula pelukannya. Nafas Firda tertahan, seolah tidka ingin kehilangan moment-moment indah menggapai puncak kenikmatan.
Karena denyutan memiaw Firda yang membuatku nikmat, ditambah rasa hangat karena uyuran lendir memiawnya, aku pun tak tahan. Ditambah ekspresi wajahnya yangmemandang wajahku dengan mata sayu namun tersirat kepuasan yang maat sangat.
“Ayo nDrew…keluarin pejuh kamu…keluarin dimemiawku….”Linda memohon.
“Kamu gak papa aku tumpahin pejuh di rahim kamu?”tanyaku sambil terengah-engah.
“No problem honey…aku safe kok….”sahut Firda. “C’mon honey..shot your sperm inside…c’mon honey….”
”aku merasakan pejuhku mendesak. Kupercepat kocokanku, dan Firda juga mengencangkan otot memiawnya, berharap agar aku cepet muncrat.
AAACCHHHHHHH………..” Jrrrrrooooooooootttt…..jrrrrooooooooo ttttt..jrrrro ooooottttt…..tak kurang dari tujuh kali semprotan pejuhku. Banyak sekali pejuh yang kusemprotkan ke rahim Firda, sampai-sampai ia tersentak.
Kubenamkan dalam-dalam tongkolku, hingga terasa kepalaku speerti memasuki liang kedua.Ah….ternyata tongkolku bisa menembus mulut rahimnya. Berarti pejuhku langsung menggempur rahimnya.
Ohhh…nDrreeeww…enak sayang….nikmat, sayaaannggg…offffffghhhh……” Firda merintih lagi. “Uggghhh…hangat sekali pejuh kamu, Ndrew…” ucap Firda. Setelah beristirahat sejenak dengan menancapkan tongkolku dalam-dalam, secara mendadak kucabu tongkolku.
“Plllookkkkk….”
Kupandangi memiaw Firda yang masih membengkak dan merah dengan lubang menganga. Firda segera mengubah posisi duduknya dan…ceeerrrrrr……pejuhku meleleh. Segera saja jemari Firda meraih dan mengorek bibir memiawnya, menjaga agar pejuhku tidak tumpah kesofa.
Akibatnya, telapak tangan Firda belepotan penuh dengan pejuhku yang telah be rcampur lendir memiawnya. Dengan pejuh di telapak tangan kanannya, Firda menggunakan jari tangan kirinya,mengorek memiawnya untuk membersihkan memiawnya dari sisa pejuhku.
“Brani kam telen lagi?” tantangku.
“Idih…syapa takut….”firda balas menantangku. “Nih liat ya….”
Clep…dijilatnya telapak tangan yang penuh pejuhku…
“MMmmmm….slrrpppp….glek….aachhhh….” Firda nampak puas menikmati pejuh ditangannya.
“Hari ini kenyang sekali aku…sarapan pejuh kamu duakali..hihihihi…” Firda tertawa geli.
“Tuh…masih ada sisanya ditangan. belum bersih.” Sahutku.
“Tenang, NDrew..sisanya buat…ini.” Sambil berkata begitu, Firda mengambil sebagian pejuhku dan mengusapkannya diwajahnya.
“Bagus lho buat wajah…biar tetep mulus…”sahut Firda sambil mengerling genit.
“Astagaaaa….kamu tuh, Fir…diem-diem ternyata…”kataku terkejut.
“Kenapa…? Kaget ya?”
“Diem-diem, muka alim..ta pi kalo urusan birahi liar juga ya..”
“Ya iyalaaahhh..hare gene, Ndrew…orang enak kok ditolak.”
“Tau gitu tadi aku semprot dimuka kamu aja ya..” sesalku
“Iya juga sih..sebenernya aku pengen kamu semprot. Cuman aku dah gak bisa ngomong lagi…nahan enak sih..lagian aku pengen ngerasain semprotan pejuh kamu di memiawku.” Firda tersenyum
“Eh, Ndrew…ssstttt…coba liat tuh…jailin yuk…..”ajak Firda
Ya ampuuunnnn…aku lupa bahwa aktivitasku tengah diamat Rika. Segera kulirik Rika, yang ternyata tanpa kami sadari tengah beraktivitas sendiri. yaitu dengan memasukan kedua jarinya ke vagina rika aktivitas seperti itu bisa disebut juga dengan masturbasi.
rika pun kulihat-lihat merasakan kenikmatan yang didapat saat melakuan maturbasi otot otot mukannya menegang kelihatan seperti nafsu yang telah lama terpendam tidak dilampiaskan.
Jumat, 25 Agustus 2023
PIJATIN KAKAK IPAR BERAKHIR NGENTOT
Sebenarnya ini adalah kisah nyata yang tadinya ngak pernah terfikir di benakku untuk menceritakan pada orang lain, tapi karena forum ini aku coba untuk berbagi, kejadian nya belum lama sekitar 6 bulan yang lalu, aku adalah seorang pekerja yang jarang ada waktu di rumah, maklum kerjaku sebagai karyawan di industri otomotif yang notabennya sekarang sedang banyak produksi, jadi kerjaanku agak banyak,…..dan hampir semua hariku untuk kerja…. Aku tinggal di salah satu perumahan, yang kondisinya juga agak padat… Kebetulan masih dalam perumahan yang sama ada kakak iparku, kira2 hanya terpisah 4 gang dari tempat tinggalku, dia mempunyai 2 anak dan bekerja di perusahaan yang ada di luar pulau, sedangkan istrinya bekerja di Surabaya,untuk waktu kepulangan kakak iparku kira2 hanya 1 X dalam 1 bulan. Kondisi inilah yang membuat istrinya mungkin merasa kurang dalam hal dahaga sex, awalnya aku tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi, pada suatu hari ketika hari Sabtu di bulan lalu memang liburku agak banyak, karena biasanya kondisi produksi turun. Aku di panggil ke belakang, istri kakak iparku perlu bantuan, ada plapon dapur yang rusak katanya,… Setelah istriku memberi ijin, kebetulan pada waktu itu anak2nya dari kakak iparku sedang pergi bermain semua,….
Pada saat aku datang dia menyambutku, masuk Wan, ku lihat dia menggenakan daster panjang putih, dengan lengan yang pendek, sehingga agak nampak bagian ketiak lengan kakak iparku bertubuh sekal dengan kulit yang putih… Sehingga aku mulai membetulkan plaponnya, hal sangat mudah sebenarnya aku lakukan.. sehingga hanya dalam beberapa saat saja aku sudah selesai,s atelah itu kakak iparku menawarkan untuk minum kopi dulu…hal yang wajar pikirku…lalu aku duduk bersebrangan di ruang keluarga, lalu kami memulai pembicaraan…. apa saja yg kami obrolkan….mulai dari kantor, umum, politik, dll. Aku memanggil dia ayuk…( sebutan untuk kk ipar perempuan ), ketika kami mulai pembicaraan sex, dia mengatakan sudah lama tidak tersentuh… dan hari ini agak merasa agak horny….aku agak tidak menanggapi dengan serius sambil menonton TV yg berada
dekat dgn di mana kami duduk, karena aku sambil nonton tv, aku mengatakan…sabar aja yuk, mungkin sebentar lagi kakak datang, kataku. Ketika aku hendak mengambil gelas untuk ku minum, ku sadari kakakku dlm posisi mengangkang, sehingga nampaklah
cd warna merah marun, dengan bagian atas tampak agak berbayang hitam,bulu2 dari lembutnya pikirku, dengan paha yg putih mulus. Sekejap aku hanya menelan air liur saja,sambil berpaling ke arah TV lg, rasa takut meyeruak sekilas dalam pikiranku,….
“Wan, kamu bisa ngerok ngak,aku agak masuk angin nih…” tiba-tiba dia memanggilku….. “oh bisa yuk…emang ayuk kenapa..” masuk angin tanya ku…..,iya nih Wan….bentar aj deh kerokin, sebelum kamu pulang…
akhirnya aku mengiyakan…..sebentar ya Wan aku ambil kerokan dan kayu putihya dulu,….setelah itu dia pergi ke kamarya lalu kembali dengan hanya menggenakan kain yang terbungkus sampai ke dada, lalu sambil duduk menghadap ke TV dia membuka
kain dan memegang bagian depannya saja, ku lihat BH nya tampak sudah di lepas, lalu aku duduk di belakangnya…sambil ku ambil koin buat kerok…. ku mulai memoleskan minyak kayu putih di punggungnya….. sambil ku mulai mengerok dia membuka obrolan kembali…..Wan sekalian agak di pijet kecil ya bagian tengkuk nya aja,… ya yuk….kataku….emang sakit banget ya ….ya Wan…sambil ku pegang bagian belakang lehernya,dan ku pijat kecil,lalu tiba2 dia membalikkan badannya sambil membuka kain yang menutup di dadanya,…tampaklah buah dada putih yang lumayan besar..dengan putting berwarna coklat kemerah-merahan…..dadaku langsung berdegup kencang, kaget, takut, senang bercampur jadi satu…..tiba – tiba tangan ku di ambil dan di letakan di payudaranya, tepat di bagian putingnya….yuk jangan…kataku….ngak apa2 ko Wan aku lg kepingin banget nih…kamu ngak usah takut, aku ngak akan bilang siapa2 kok,…. sambil dia memainkan tanganku memutari payudaranya.. bingung bercampur takut, tapi kontolku juga sudah berteriak lantang sambil berdiri tegak,ngak apa2 boss kita cobain aj… kemudian bibirnya mulai di dekati ke bibirku…aku tidak membalas, hanya diam, namun ketika tangannya menyentuh kontolku nafsuku mulai timbul, bagaikan kucing di kasih ikan gratis… akhirnya ku mulai memainkan juga lidahku….akh..akh… suaranya.
mulai mendesis…sambil meladeni ciumannya ku mula memegang memeknya.. walau masih berlapis cd, benar dugaanku tadi itu jembutnya yang nampak kehitaman, karena cdnya agak trasparan…..akh…akh…pegang lg Wan…..kata nya menyeringai kemudian aku baringkan ke lantai dan mulai ku buka cdnya….lalu ku mulai menjilati mulai dari payudara.terus ke perut dan turun lagi ke bagian vaginannya….akh…akh…enak Wan…..tangannya memegang belakang kepalaku agak kencang, menahan agar tidak di angkat dari selangkangannya….akh…bagian klistorisnya kadang2 aku gigit kecil, ….harum sekali lubang vagina kakak iparku ini….terlihat terawat….Wan…..gantian dong aku ingin mengulum punyamu…..sesaat terdengar suara kecil dari dia, perlahan aku membalikan posisi sehingga sekerang menjadi 69, batang kemaluan ku sudah mulai di kulumnya…akh..
sekarang aku yang mendesis…lidahnya amat nakal..terasa tebal dan bagian tengah lebih geli….akh ayuk pinter deh mainin lidahnya…ah km bisa aja Wan….coblos dong….oke yuk…..lalu aku membalikan lagi posisi,..ku mulai memasukan kemaluanku ke lubangnya…. akhhh…kembali dia merintih…lalu ku tekan perlahan,dan ku tarik ke atas dan ku dorong lagi…akhhh…ekhh
ternyata berisik sekali kakak iparku ini kalo berhubungan, ku tutup perlahan mulutnya agar tidak terlalu keras, terus Wan…tekan.. akhhh enak Wan…kontolmu keras dan besar….kemudian ku angkat perlahan dan ku duduki dia sambil kedua paha kami
saling silang..akhh sekarang dia yang mengenjot….sambil cium payudaranya dan lidah kami saling beradu…ku kenjot agak cepat…tiba-tiba…dia menjengut rambutku…dan teriak…akhh..akhhhh aku keluar Wan…..semua menegang dan kontolku terasa ada yg membajiri…ku tau dia O tp aku belum, ku baringkan lagi dia di lantai….terus ku luruskan kakinya, sambil ku masukan lagi kontolku ke memeknya…sekarang posisi kontolku agak terasa terjepit, karena paha yg rapat…ku kenjot kencang akhh…akh…akh..kembali dia teriak keenakan…semakin kencang nafsuku semakin besar… lalu ku bisikan dengan suara lembut mau ke luar di mana yuk….di dalam aja Wan…aku pakai spiral ko….semakin semangat aku mengenjot…akhirnya di ujung tanduk …dia melabarkan lg kakinya dan melingkarkan ke belakang kakiku… akhhh…akh… tidak kuat lagi..yuk.. akhhhhh sekarang aku yg teriak seiring keluarnya spermaku….ah….lalu aku terbaring di sampingnya……………hari itu kami melakukan sampai 3X, sorenya baru aku pulang ke rumah….. Sesuai perjanjian kami…kami akan menutup rapat2 kejadian hr ini………….
Tapi seiring waktu berjalan…kakak iparku sesekali menelpon ku untuk ngajak ketemuan di luar perumahan…mungkin ketagihan… tp aku belum punya banyak waktu luang, walapun ada keinginan untuk mencoba kembali menikmati lubang memek kakak iparku.