Tampilkan postingan dengan label KISAH KU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KISAH KU. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 Desember 2023

BONUS DARI PACARKU

 

http://202.95.10.206/


cerita ini adalah pengalaman saya yang pertama kali yang saya alami, yang saya beri judul “Masa kecil saya di Solo”, saya menceritakan bagaimana saya diperkenalkan kepada kenikmatan senggama pada waktu saya masih berumur 13 tahun oleh Nadia, seorang wanita tetangga kami yang telah berumur jauh lebih tua. Saya dibesarkan didalam keluarga yang sangat taat dalam agama. Saya sebelumnya belum pernah terekspos terhadap hubungan laki-laki dan perempuan. Pengetahuan saya mengenai hal-hal persetubuhan hanyalah sebatas apa yang saya baca didalam cerita-cerita porno ketikan yang beredar di sekolah ketika saya duduk di bangku SMP.

Pada masa itu belum banyak kesempatan bagi anak lelaki seperti saya walaupun melihat tubuh wanita bugil sekalipun. Anak-anak lelaki masa ini mungkin susah membayangkan bahwa anak seperti saya cukup melihat gambar-gambar di buku mode-blad punya kakak saya seperti Lana Lobell, dimana terdapat gambar-gambar bintang film seperti Ginger Roberts, Jayne Mansfield, yang memperagakan pakaian dalam, ini saja sudah cukup membuat kita terangsang dan melakukan masturbasi beberapa kali.

Bisalah dibayangkan bagaimana menggebu-gebunya gairah dan nafsu saya ketika diberi kesempatan untuk secara nyata bukan saja hanya bisa melihat tubuh bugil wanita seperti Nadia, tetapi bisa mengalami kenikmatan bersanggama dengan wanita sungguhan, tanpa memperdulikan apakah wanita itu jauh lebih tua. Dengan hanya memandang tubuh Nadia yang begitu mulus dan putih saja sucah cukup sebetulnya untuk menjadi bahan imajinasi saya untuk bermasturbasi, apalagi dengan secara nyata-nyata bisa merasakan hangatnya dan mulusnya tubuhnya. Apalagi betul-betul melihat kemaluannya yang mulus tanpa jembut. Bisa mencium dan mengendus bau kemaluannya yang begitu menggairahkan yang kadang-kadang masih berbau sedikit amis kencing perempuan dan yang paling hebat lagi buat saya adalah bisanya saya menjilat dan mengemut kemaluannya dan kelentitnya yang seharusnyalah masih merupakan buah larangan yang penuh rahasia buat saya.

Mungkin pengalaman dini inilah yang membuat saya menjadi sangat menikmati apa yang disebut cunnilingus, atau mempermainkan kemaluan wanita dengan mulut. Sampai sekarangpun saya sangat menikmati mempermainkan kemaluan wanita, mulai dari memandang, lalu mencium aroma khasnya, lalu mempermainkan dan menggigit bibir luarnya (labia majora), lalu melumati bagian dalamnya dengan lidah saya, lalu mengemut clitorisnya sampai si wanita minta-minta ampun kewalahan. Yang terakhir barulah saya memasukkan batang kemaluan saya kedalam liang sanggamanya yang sudah banjir.

Setelah kesempatan saya dan Nadia untuk bermain cinta (saya tidak tahu apakah itu bisa disebut bermain cinta) yang pertama kali itu, maka kami menjadi semakin berani dan Nadia dengan bebasnya akan datang kerumah saya hampir setiap hari, paling sedikit 3 kali seminggu. Apabila dia datang, dia akan langsung masuk kedalam kamar tidur saya, dan tidak lama kemudian sayapun segera menyusul.

Biasanya dia selalu mengenakan daster yang longgar yang bisa ditanggalkan dengan sangat gampang, hanya tarik saja keatas melalui kepalanya, dan biasanya dia duduk dipinggiran tempat tidur saya. Saya biasanya langsung menerkam pNadiadaranya yang sudah agak kendor tetapi sangat bersih dan mulus. Pentilnya dilingkari bundaran yang kemerah-merahan dan pentilnya sendiri agak besar menurut penilaian saya. Nadia sangat suka apabila saya mengemut pentil susunya yang menjadi tegang dan memerah, dan bisa dipastikan bahwa kemaluannya segera menjadi becek apabila saya sudah mulai ngenyot-ngenyot pentilnya.

Mungkin saking tegangnya saya didalam melakukan sesuatu yang terlarang, pada permulaannya kami mulai bersanggama, saya sangat cepat sekali mencapai klimaks. Untunglah Nadia selalu menyuruh saya untuk menjilat-jilat dan menyedot-nyedot kemaluannya lebih dulu sehingga biasanya dia sudah orgasme duluan sampai dua atau tiga kali sebelum saya memasukkan penis saya kedalam liang peranakannya, dan setelah saya pompa hanya beberapa kali saja maka saya seringkali langsung menyemprotkan mani saya kedalam vaginanya. Barulah untuk ronde kedua saya bisa menahan lebih lama untuk tidak ejakulasi dan Nadia bisa menyusul dengan orgasmenya sehingga saya bisa merasakan empot-empotan vaginanya yang seakan-akan menyedot penis saya lebih dalam kedalam sorga dunia.

Nadia juga sangat doyan mengemut-ngemut penis saya yang masih belum bertumbuh secara maksimum. Saya tidak disunat dan Nadia sangat sering menggoda saya dengan menertawakan “kulup” saya, dan setelah beberapa minggu Nadia kemudian berhasil menarik seluruh kulit kulup saya sehingga topi baja saya bisa muncul seluruhnya. Saya masih ingat bagaimana dia berusaha menarik-narik atau mengupas kulup saya sampai terasa sakit, lalu dia akan mengobatinya dengan mengemutnya dengan lembut sampai sakitnya hilang. Setelah itu dia seperti memperolah permainan baru dengan mempermainkan lidahnya disekeliling leher penis saya sampai saya merasa begitu kegelian dan kadang-kadang sampai saya tidak kuat menahannya dan mani saya tumpah dan muncrat ke hidung dan matanya.

Kadang-kadang Nadia juga minta “main” walaupun dia sedang mens. Walaupun dia berusaha mencuci vaginanya lebih dulu, saya tidak pernah mau mencium vaginanya karena saya perhatikan bau-nya tidak menyenangkan. Paling-paling saya hanya memasukkan penis saja kedalam vaginanya yang terasa banjir dan becek karena darah mensnya. Terus terang, saya tidak begitu menikmatinya dan biasanya saya cepat sekali ejakulasi. Apabila saya mencabut kemaluan saya dari vagina Nadia, saya bisa melihat cairan darah mensnya yang bercampur dengan mani saya. Kadang-kadang saya merasa jijik melihatnya.

Satu hari, kami sedang asyik-asyiknya menikmati sanggama, dimana kami berdua sedang telanjang bugil dan Nadia sedang berada didalam posisi diatas menunggangi saya. Dia menaruh tiga buah bantal untuk menopang kepala saya sehingga saya bisa mengisap-isap pNadiadaranya sementara dia menggilas kemaluan saya dengan dengan kemaluannya. Pinggulnya naik turun dengan irama yang teratur. Kami rileks saja karena sudah begitu seringnya kami bersanggama. Dan pasangan suami isteri yang tadinya menyewa kamar dikamar sebelah, sudah pindah kerumah kontrakan mereka yang baru.

Saya sudah ejakulasi sekali dan air mani saya sudah bercampur dengan jus dari kemaluannya yang selalu membanjir. Lalu tiba-tiba, pada saat dia mengalami klimaks dan dia mengerang-erang sambil menekan saya dengan pinggulnya, anak perempuannya yang bernama Linda ternyata sedang berdiri dipintu kamar tidur saya dan berkata, “Ibu main kancitan, iya..?” (kancitan = ngentot, bahasa Solo)

Saya sangat kaget dan tidak tahu harus berbuat bagaimana tetapi karena sedang dipuncak klimaksnya, Nadia diam saja terlentang diatas tubuh saya. Saya melirik dan melihat Linda datang mendekat ketempat tidur, matanya tertuju kebagian tubuh kami dimana penis saya sedang bersatu dengan dengan kemaluan ibunya. Lalu dia duduk di pinggiran tempat tidur dengan mata melotot.

“Hayo, ibu main kancitan,” katanya lagi.

Lalu pelan-pelan Nadia menggulingkan tubuhnya dan berbaring disamping saya tanpa berusaha menutupi kebugilannya. Saya mengambil satu bantal dan menutupi perut dan kemaluan saya .

“Linda, Linda. Kamu ngapain sih disini?” kata Nadia lemas.

“Linda pulang sekolah agak pagi dan Linda cari-cari Ibu dirumah, tahunya lagi kancitan sama Bang Johan,” kata Linda tanpa melepaskan matanya dari arah kemaluan saya. Saya merasa sangat malu tetapi juga heran melihat Nadia tenang-tenang saja.

“Linda juga mau kancitan,” kata Linda tiba-tiba.

“E-eh, Linda masih kecil..” kata ibunya sambil berusaha duduk dan mulai mengenakan dasternya.

“Linda mau kancitan, kalau nggak nanti Linda bilangin Abah.”

“Jangan Linda, jangan bilangin Abah.., kata Nadia membujuk.

“Linda mau kancitan,” Linda membandel. “Kalo nggak nanti Linda bilangin Abah..”

“Iya udah, diam. Sini, biar Johan ngancitin Linda.” Nadia berkata.

Saya hampir tidak percaya akan apa yang saya dengar. Jantung saya berdegup-degup seperti alu menumbuk. Saya sudah sering melihat Linda bermain-main di pekarangan rumahnya dan menurut saya dia hanyalah seorang anak yang masih begitu kecil. Dari mana dia mengerti tentang “main kancitan” segala?

Nadia mengambil bantal yang sedang menutupi kemaluan saya dan tangannya mengelus-ngelus penis saya yang masih basah dan sudah mulai berdiri kembali.

“Sini, biar Linda lihat.” Nadia mengupas kulit kulup saya untuk menunjukkan kepala penis saya kepada Linda. Linda datang mendekat dan tangannya ikut meremas-remas penis saya. Aduh maak, saya berteriak dalam hati. Bagaimana ini kejadiannya? Tetapi saya diam saja karena betul-betul bingung dan tidak tahu harus melakukan apa.

Tempat tidur saya cukup besar dan Nadia kemudian menyutuh Linda untuk membuka baju sekolahnya dan telentang di tempat tidur didekat saya. Saya duduk dikasur dan melihat tubuh Linda yang masih begitu remaja. PNadiadaranya masih belum berbentuk, hampir rata tetapi sudah agak membenjol. Putingnya masih belum keluar, malahan sepertinya masuk kedalam. Nadia kemudian merosot celana dalam Linda dan saya melihat kemaluan Linda yang sangat mulus, seperti kemaluan ibunya. Belum ada bibir luar, hanya garis lurus saja, dan diantara garis lurus itu saya melihat itilnya yang seperti mengintip dari sela-sela garis kemaluannya. Linda merapatkan pahanya dan matanya menatap kearah ibunya seperti menunggu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Saya mengelus-elus bukit venus Linda yang agak menggembung lalu saya coba merenggangkan pahanya. Dengan agak enggan, Linda menurut, dan saya berlutut di antara kedua pahanya dan membungkuk untuk mencium selangkangan Linda.

“Ibu, Linda malu ah..” kata Linda sambil berusaha menutup kemaluannya dengan kedua tangannya.

“Ayo, Linda mau kancitan, ndak?” kata Nadia.

Saya mengendus kemaluan Linda dan baunya sangat tajam.

“Uh, mambu pesing.” Saya berkata dengan agak jijik. Saya juga melihat adanya “keju” yang keputih-putihan diantara celah-celah bibir kemaluan Linda.

“Tunggu sebentar,” kata Nadia yang lalu pergi keluar kamar tidur. Saya menunggu sambil mempermainkan bibir kemaluan Linda dengan jari-jari saya. Linda mulai membuka pahanya makin lebar.

Sebentar kemudian Nadia datang membawa satu baskom air dan satu handuk kecil. Dia pun mulai mencuci kemaluan Linda dengan handuk kecil itu dan saya perhatikan kemaluan Linda mulai memerah karena digosok-gosok Nadia dengan handuk tadi. Setelah selesai, saya kembali membongkok untuk mencium kemaluan Linda. Baunya tidak lagi setajam sebelumnya dan sayapun menghirup aroma kemaluan Linda yang hanya berbau amis sedikit saja. Saya mulai membuka celah-celah kemaluannya dengan menggunakan lidah saya dan Linda-pun merenggangkan pahanya semakin lebar. Saya sekarang bisa melihat bagian dalam kemaluannya dengan sangat jelas. Bagian samping kemaluan Linda kelihatan sangat lembut ketika saya membuka belahan bibirnya dengan jari-jari saya, kelihatanlah bagian dalamnya yang sangat merah.

Saya isap-isap kemaluannya dan terasa agak asin dan ketika saya mempermainkan kelentitnya dengan ujung lidah saya, Linda menggeliat-geliat sambil mengerang, “Ibu, aduuh geli, ibuu.., geli nian ibuu..”

Saya kemudian bangkit dan mengarahkan kepala penis saya kearah belahan bibir kemaluan Linda dan tanpa melihat kemana masuknya, saya dorong pelan-pelan.

“Aduh, sakit bu..,” Linda hampir menjerit.

“Johan, pelan-pelan masuknya.” Kata Nadia sambil mengelus-elus bukit Linda.

Saya coba lagi mendorong, dan Linda menggigit bibirnya kesakitan.

“Sakit, ibu.”

Nadia bangkit kembali dan berkata,”Johan tunggu sebentar,” lalu dia pergi keluar dari kamar.

Saya tidak tahu kemana Nadia perginya dan sambil menunggu dia kembali sayapun berlutut didepan kemaluan Linda dan sambil memegang batang penis, saya mempermainkan kepalanya di clitoris Linda. Linda memegang kedua tangan saya erat-erat dengan kedua tangannya dan saya mulai lagi mendorong.

Saya merasa kepala penis saya sudah mulai masuk tetapi rasanya sangat sempit. Saya sudah begitu terbiasa dengan lobang kemaluan Nadia yang longgar dan penis saya tidak pernah merasa kesulitan untuk masuk dengan mudah. Tetapi liang vagina Linda yang masih kecil itu terasa sangat ketat. Tiba-tiba Linda mendorong tubuh saya mundur sambil berteriak, “Aduuh..!” Rupanya tanpa saya sadari, saya sudah mendorong lebih dalam lagi dan Linda masih tetap kesakitan.

Sebentar lagi Nadia datang dan dia memegang satu cangkir kecil yang berisi minyak kelapa. Dia mengolesi kepala penis saya dengan minyak itu dan kemudian dia juga melumasi kemaluan Linda. Kemudian dia memegang batang kemaluan saya dan menuntunnya pelan-pelan untuk memasuki liang vagina Linda. Terasa licin memang dan saya-pun bisa masuk sedikit demi sedikit. Linda meremas tangan saya sambil menggigit bibir, apakah karena menahan sakit atau merasakan enak, saya tidak tahu pasti.

Saya melihat Linda menitikkan air mata tetapi saya meneruskan memasukkan batang penis saya pelan-pelan.

“Cabut dulu,” kata Nadia tiba-tiba.

Saya menarik penis saya keluar dari lobang kemaluan Linda.Saya bisa melihat lobangnya yang kecil dan merah seperti menganga.Nadia kembali melumasi penis saya dan kemaluan Linda dengan minyak kelapa,lalu menuntun penis saya lagi untuk masuk kedalam lobang Linda yang sedang menunggu.Saya dorong lagi dengan hati-hati,sampai semuanya terbenam didalam Linda.Aduh nikmatnya,karena lobang Linda betul-betul sangat hangat dan ketat,dan saya tidak bisa menahannya lalu saya tekan dalam-dalam dan air manikupun tumpah didalam liang kemaluan Linda.Linda yang masih kecil.Saya juga sebetulnya masih dibawah umur,tetapi pada saat itu kami berdua sedang merasakan bersenggama dengan disaksikan Nadia,ibunya sendiri.

Linda belum tahu bagaimana caranya mengimbangi gerakan bersenggama dengan baik,dan dia diam saja menerima tumpahan air mani saya.Saya juga tidak melihat reaksi Linda yang menunjukkan apakah dia menikmatinya atau tidak.Saya merebahkan tubuh saya diatas tubuh Linda yang masih kurus dan kecil itu.Dia daim saja.

Setelah beberapa menit,saya berguling kesamping dan merebahkan diri disamping Linda.Saya merasa sangat terkuras dan lemas.Tetapi rupanya Nadia sudah terangsang lagi setelah saya menyetubuhi anaknya.Diapun menaiki wajah saya dan mendudukinya dan menggilingnya dengan vaginanya yang basah,dan didalam kami diposisi 69 itu diapun mengisap-ngisap penis saya yang sudah mulai lemas sehingga penis saya itu mulai menegang kembali.

Wajah saya begitu dekat dengan anusnya dan saya bisa mencium sedikit bau anus yang baru cebok dan entah kenapa itu membuat saya sangat bergairah.Nafsu kami memang begitu menggebu-gebu,dan saya sedot dan jilat kemaluan Nadia sepuas-puasnya,Sementara Linda menonton kami berdua tanpa mengucapkan sepatah katapun.Saya sudah mengenal kebiasaan Nadia dimana dia sering kentut kalau betul-betul sedang klimaks berat,dan saat itupun Nadia kentut beberapa kali diatas wajah saya.Saya sempat melihat lobang anusnya ber-getar ketika dia kentut,dan sayapun melepaskan semburan air mani saya yang ketiga kalinya hari itu didalam mulut Nadia."Alangkah lemaknyoo...!" saya berteriak dalam hati.

"Ugh,ibu kentut," kata Linda tetapi Nadia hanya bisa mengeluarkan suara seperti seseorang yang sedang dicekik lehernya.

Hanya sekali itu saja saya pernah menyetubuhi Linda,Ternyata dia masih belum cukupp dewasa untuk mengetahui nikmatnya bersenggama.Dia masih anak kecil,dan pikirannya sebetulnya belum sampai kepada hal-hal seperti itu.Tetapi saya dan Nadia terus menikmati indahnya permainan bersenggama sampai dua atau tiga kali seminggu.Saya masih ingat bagaimana saya selalu merasa sangat lapar setelah setiap kali kami selesai bersenggama.Tadinya saya belum mengerti bahwa tubhu saya menuntut banyak gizi untuk menggantikan tenaga saya yang dikuras untuk melayani Nadia.

http://202.95.10.206/


Sabtu, 05 Agustus 2023

MEMPERKOSA GADIS PERAWAN SAMPAI BERAK


http://202.95.10.206/

 “Sakit Paaaaaak! Sakiiiiiit!”, terdengar seorang gadis merintih. Gadis itu, berusia tidak lebih dari tujuh belas tahun, terlentang pasrah ditindih seorang pria muda.

“Memek lu enak banget, pecunh….”, sang pria berkata agak serak. Tersengal-sengal seiring dengan tubuhnya yang menggenjot habis tubuh langsing sintal si gadis. Menghujamkan burung berototnya ke dalam vagina lembut yang terkuak paksa.

“Sakit Paaak… pelan… aduuuh… pelan-pelan Pak…..”, sang gadis menjerit sejadinya. Tubuhnya terlentang tertindih di atas ranjang hotel murahan. Tangannya mencengkeram bantal. Kedua pahanya berusaha menutup dengan sia-sia karena menahan sakit bagaikan teriris silet di liang vaginanya. “Memek Dian sakit Paak… udaaagh… “, raung gadis yang rupanya bernama Dian itu menyayat hati.

“Ah, pecun kecil… nngghh… enak ajja lu bilang udah…. Lu udah gue bayar!, gue belum puas!”, hardik si pria pada gadis malang.
“Sakit Pak… ampun….!”, kini air mata Dian mulai mengalir.
“Agh… diam, pelacur cilik, diam!”, si pria menghardik lagi. “Lu kan udah.. nngh.. gue… bayar….” Ia melepaskan batangannya dari vagina Dian. “Sekarang nungging!”
“Egh… nggak… jangan Pak… jangan di pantat…”, Dian terkulai lemah.
“Ah, pelacur banyak bacot lu!”, si pria langsung menarik tubuh Dian, memposisikannya supaya menungging, membuat dua bungkahan pantat yang bulat kenyal berada persis di depan si pria. Dan tanpa menunggu, dengan brutal ia menghujamkan batang zakar itu ke dalam belahan pantat itu.
“Aaaaaagh… sakiit… sakiit… ampun Pak.. ampuun!”
“Ayo jerit terus, sampe mati!”, si pria tertawa kasar. Setelah ia melesakkan batangan miliknya ke dalam anus Dian, kemudian menghujamkannya berkali-kali.

Dian sudah kehabisan tenaga, dirinya bagaikan tubuh tanpa jiwa, boneka yang dijadikan alat pemuas nafsu belaka. Gesekan penis si pria dan anus Dian, membuat perut gadis itu bergolak. Dian yang sudah kehabisan tenaga karena kesakitan, tidak bisa menahan ketika ampas tubuhnya mengalir keluar. Muncrat melewati celah yang sama, yang sekarang sedang dihujam oleh batangan zakar sang pria.

“Eh, setan! Dia berak!”, si pria seketika mencabut penisnya yang sekarang berlumuran pasta coklat lengkap dengan aromanya menjijikan.
“Mmmmph… maaf…. Maaf… Dian ngak tahu…. maaf….”, Dian menangis.
“Ih.. dasar!”, si pria menghardik lagi. Kemudian ia menjambak rambut dian sehingga gadis itu jatuh tunggang langgang ke lantai. “Buka mulut lu, bocah!”, si pria dengan kasar mencoba melesakkan penisnya yang berlumur tinja itu ke mulut Dian.
“Aaagh… nggaaaaak… nggaaaak…..nnggggh….”, Dian mencoba berpaling, dan mengatupkan mulutnya. Namun si pria mencengkeram leher Dian sehingga gadis itu terpaksa membuka mulut. Dan detik itu pula batangan berotot yang berlumuran kotorannya sendiripun memenuhi mulutnya. Perut Dian seketika bergolak. Gadis itu muntah tanpa bisa tertahan. Tapi si pria tadi tetap mencengkeram kepala Dian, memaju-mundurkannya, memaksa menggesek mulut Dian dengan kejantanannya. tidak peduli segala isi perut Dian yang termuntahkan keluar.

“Hahahaha… enak eh, kontol saos tahi?”, si pria kembali menghardik. “Ayo kenyot terus bocah! Nanti dapet tambahan saos pejuh!”

Dian pasrah. Walaupun perutnya luar biasa mual, tapi seluruh isinya sudah dimuntahkan. Gadis itu hanya bisa menangis. Sambil berharap monster gila ini cepat cepat puas, dan ejakulasi di dalam mulutnya. Dan itulah yang kemudian terjadi. Si pria tiba-tiba menegang dan mengerang, dan menghujamkan penisnya sejauh mungkin ke dalam mulut Dian. Dan seketika mulut gadis itupun dipenuhi ciran lengket.

“Telan!”, perintahnya dengan suara serak. “Ayo, telan!”

Dian yang sudah pasrah memilih untuk menurut. Jika kotorannya sendiri saja bisa ia telan tadi, maka sperma laki laki ini masih jauh lebih baik. Tanpa banyak bicara gadis itu langsung menelan cairan kental itu, sampai habis.

“Jilatin kontol gue! Sampe bersih!”, monster itu kembali memerintah.

“Terima kasih…”, ujar Rani sambil tersenyum. Laki laki paro baya yang berada di depannya pun membalas senyumannya. Tanpa berkata apa apa lelaki itupun berbalik badan dan berjalan keluar. Dengan rapi jemari mungil Rani mengambil amplop kecil berisi kartu akses pembuka pintu itu. Menggeseknya di mesin magnetic untuk menghilangkan datanya.

Pagi ini Rani berpakaian rapi seperti biasanya. Gadis langsing berkulit bersih itu mengenakan seragam sekolahnya, kemeja OSIS berpasangan dengan rok berwarna abu-abu, ditambah balutan jas almamater berwarna cokelat muda. Rambutnya yang lumayan pendek -tidak sampai menyentuh bahu- malah membuat Rani semakin manis. Sebagai siswi SMK jurusan pariwisata yang sedang kerja praktek di sebuah hotel mewah, Rani mendapat tugas sebagai asisten receptionist. Namun pagi ini, rupanya masih terlalu pagi sehingga mungkin sang receptionist malas menemani Rani. Demikian juga dengan kawan kerja prakteknya yang juga ditempatkan di bagian reception, masih belum terlihat juga batang hidungnya. Untungnya pagi ini tidak terlalu ramai. Tamu-tamu sangat jarang yang check in pada jam-jam ini. Tamu yang check out juga bisa dihitung dengan jari. Sebagian besar tamu hotel sedang menikmati makan paginya di coffeeshop hotel.
Pemerkosaan Memek Sempit
Karena reception masih sepi sepi saja, Ranipun duduk dan melirik jam tangannya. Hampir pukul tujuh pagi. Mestinya sang mitra kerja praktek yang juga berasal dari sekolah yang sama sudah datang. Sehingga walaupun tidak ada pegawai hotel yang menemani, Rani tidak perlu sendirian disini. Gadis itu kemudian menghela napas. Perasaan bingung kembali bergelayut dihatinya. Jika saja, jika saja, ia sudah benar benar bekerja di hotel ini, mungkin ia tidak segalau ini.

Hemodialisa. Satu kata itu benar benar mengerikan bagi Rani sekarang. Mungkin bagi orang berpunya, akan enteng saja dijalankan. Namun baginya, lain cerita. Ibunya telah divonis pembengkakan jantung. Dan setelah analisa dokter, penyebabnya adalah gagal ginjal.

Hemodialisa. Benar, cuci darah. Rani menghela napas lagi. Hemodialisa harus dilakukan ibunya seminggu dua kali. Seminggu, dua kali. Berapa biayanya itu? Tujuh ratus lima puluh ribu, sekali tindakan. Satu juta lima ratus ribu, setiap minggu. Enam juta setiap bulan. Seumur-umur Rani belum pernah memegang uang sebanyak itu. Namun pengobatan mahal itu mutlak dilakukan. Jika tidak, Ibunya akan mati lemas.

Rani tumbuh besar menjadi seorang gadis remaja tanpa merasakan kasih sayang seorang ayah. Ayahnya meninggal ketika Rani masih berusia delapan bulan karena kecelakaan. Sejak saat itu, Ibunya yang bekerja serabutan sebagai tukang cuci atau pembantu rumah tangga yang pulang hari, harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri dan Rani. Dan Rani bukan gadis yang tidak tahu diri. Prestasinya di sekolah selalu baik. Gadis itu tahu sang ibunda selalu bekerja keras agar dirinya mendapat pendidikan yang layak. Karena itu, Rani sudah bertekad akan secepat mungkin bekerja, untuk membantu meringankan beban ibunya. Itulah alasan ia memilih untuk sekolah di SMK.

“De’.…”, tiba-tiba terdengar suara memanggil.

Rani masih diam.

“Hei, De’….”

Rani terkejut. Seketika ia mendongakkan kepalanya. Lebih terkejut lagi ia mendapati sosok yang memanggilnya berwajah tampan. Pemuda berusia di akhir usia duapuluhan, atau awal tigapuluhan. Ia mengenakan kemeja putih berpasangan dengan pantalon berwarna krem.

“Sendirian disini? Receptionistnya mana? …”, ujarnya.

Rani seperti tersihir. Entah kenapa. Laki laki ini begitu tampan. Apakah dia mau menologku? Tiba tiba terpikir pertanyaan aneh di benak Rani.

“Lho, kok nangis?”, pemuda itu bertanya bingung seiring dengan air mata Rani yang tiba-tiba mengalir.

Rani terkesiap. Dengan tergesa-gesa ia menghapus air matanya. “Eh iya Pak? Maaf… maaf… tadi… eh.. Bapak mau check out?”, Rani gelagapan.

Si pria tampan tersenyum geli. “Nggak, saya nggak mau check out. Saya kan kerja disini”, ujarnya lembut.

“Hah?”, Rani terlihat bingung.

“Kamu nggak kenal saya?”, senyum pria tampan itu kembali menghiasi wajahnya. Membuat Rani seakan limbung. “Tadi kenapa, kok nangis Ran? Eh kamu dipanggil Rani kan?”

Astaga, kenapa dia tahu nama aku? tanya Rani dalam hati. Tapi gadis itu hanya mengangguk.

“Nah, mau cerita kenapa tadi kamu nangis?”, si tampan malah menatap Rani. “Diputusin pacar ya Ran?”, kemudian ia tersenyum simpul.

“Ah, Bapak… bisa aja…”, Rani kembali mengusap matanya. “Rani belum punya pacar Pak…”, gadis itu mencoba menyunggingkan senyum.

“Terus kenapa dong?”, si tampan kembali bertanya.

“Ah nggak apa apa Pak…”, jawab Rani.

“Terus kenapa nangis?”, si tampan mengejar terus. “Ada yang bisa aku bantu?”, si tampan kembali menatap Rani dengan lembut.

Rani menatap pria tampan itu dengan ragu-ragu. Kondisi Rani sekarang sudah jelas membuat gadis itu memerlukan bantuan. Bantuan dana. “Rani butuh uang Pak..”, ujar Rani tanpa sadar. Seketika gadis itu menutup mulutnya. “Eh… aduh… maaf Pak….”, wajah gadis itu seketika menjadi panas.

“Buat beli pulsa?”, si tampan nyengir kuda.

“Ah enggak… enggak…”, ujar Rani kembali gelagapan. “Bu… buat cuci darah…”, karena kalut dan malu, Rani malah berkata jujur. “Eh.. aduh… “, gadis itu kembali menutup mulutnya.

Raut wajah si tampan berubah serius. “Cuci darah Ran? Siapa? berapa kali seminggu?”

Rani terdiam. Sekarang sudah tidak ada gunanya lagi menutup-nutupi. Tanpa sadar, gadis itu sudah terlalu banyak bicara. “Ibu. Dua kali seminggu”, ujar Rani akhirnya.

“Ooo..”, jawab si tampan. Ia langsung mengeluarkan buku cek. Setelah menulis sesuatu disitu, kemudian ia merobeknya selembar dan menyodorkannya pada Rani. “Ini saya kasih cek aja. Mestinya cukuplah, untuk beberapa minggu. Tinggal diuangkan saja”, ujarnya.

Rani melongo. “Pak.. aduh..”, tiba tiba lidah Rani langsung kelu.

“Jangan banyak komentar. Ambil saja. Nanti kamu boleh minta lagi kalo sudah habis”, jawabnya cepat. Tapi Rani masih terlihat bingung. “Cepat. Itu receptionist-nya datang. Enggak enak kalau kelihatan dia”, ujar si tampan ketika melihat seorang gadis berusia duapuluhan masuk ke ruangan yang ada di dekat situ. Ruangan itu memiliki selasar yang menembus di bagian belakang ruang reception.

Rani masih bingung. Tapi melihat si tampan menatapnya dengan tajam, membuat gadis itu terpaksa mengambil lembaran cek yang disodorkannya. Rani sempat melihat jumlah nominal yang tertera di atasnya. Lima belas juta rupiah. Jantung Rani seakan berhenti ketika menyadarinya. Dan ia hampir melompat karena kaget ketika mendengar pintu dibelakangnya tiba tiba membuka.

“Pagi Pak…”, si receptionist menyapa sambil sedikit membungkuk ketika melihat si tampan.
“Pagi…”, si tampan membalas sambil tersenyum. “Saya naik dulu ya”, ujarnya kemudian sambil berbalik badan.
“Baik Pak”, si receptionist kembali sedikit membungkuk. Tapi si tampan tidak menoleh. Beberapa saat kemudian ia lenyap dibalik pintu elevator.
“Eh.. mbak… bapak itu tadi siapa ya?”, tanya Rani bingung.
“Hah? Aduh Rani, masa lu nggak tahu itu siapa? itu Pak Anthony, yang punya hotel ini!”, seru si receptionist. “Tapi dia emang jarang nongol sih disini”
“Hah? masa? aduh, aku kirain tamu!”, wajah Rani tiba-tiba berubah pias. “Abis kelihatannya masih muda”

“Emang. Tigapuluh tahunanlah”, jawab si receptionist. “Pak Anthony resmi jadi pemilik hotel ini, dua tahun yang lalu. Setelah kedua orang tuanya meninggal. Tragis. Ibunya gantung diri. Sementara ayahnya, pemilik awal hotel, yang waktu itu masih di Malaysia, malah meninggal karena kecelakaan disana. Dia sempat stress berat dan hampir bunuh diri karena itu. Tapi untung aja ada yang menyadarkannya. Dia langsung mengambil kendali hotel, meningkatkan fasilitasnya sampai jadi bintang lima. Tapi banyak orang yang bilang, sepeninggal ayah ibunya, Pak Anthony menjadi berbeda..”

Rani belum sempat buka mulut ketika pintu dibelakang mereka kembali membuka. Seorang gadis yang berpakaian sama dengan Rani tampak tergopoh-gopoh masuk. “Maaf mbak Clara, aku telat…”, ujarnya sambil tersengal-sengal.

Receptionist yang rupanya bernama Clara itu tersenyum sambil berujar, “Lagi-lagi telat, Dian?” Rani berdiri mematung di depan pintu jati yang kokoh. Belum sempat gadis itu menggerakkan tangan hendak mengetuk, pintunya membuka.

“Ah, datang juga, akhirnya!”, Anthony berujar dengan wajah cerah. Pemuda itu langsung mempersilahkan Rani masuk. Anthony tampil rapi seperti biasanya. Namun mungkin karena hari ini hari minggu, ia tidak mengenakan dasi. Pemuda itu mengenakan pantalon hitam berpasangan kemeja lengan pendek berwarna kuning gading.

Rani duduk di hadapan sofa berhadapan dengan Anthony yang duduk di meja kerjanya. Gadis itu kikuk luar biasa. Kembali ke hotel ini lagi, bukan sebagai siswi PKL melainkan sebagai tamu dari Anthony, yang tidak lain adalah pemilik sekaligus direktur hotel, membuat gadis itu gugup. Terlebih lagi Anthony sudah tahu maksud kedatangan dirinya.

“Jadi, Ibumu sehat, Rani?”, tanya Anthony sambil menulis buku cek.

“I… iya, Pak…”, jawab Rani.
“Syukurlah”, jawab Anthony. “Berarti Rani sekarang kelas tiga dong ya? Naik kelas kan?”
“Eh… iya, kelas tiga sekarang Pak..”, Jawab Rani.
“Bagus!”, seru Anthony sambil menyerahkan selembar cek. Tapi Rani diam saja. Anthony menatap Rani dengan kening berkerut.
“Pak Anthony…”, Rani berujar Lirih.
“Iya?”, anthony menatap Rani dengan lembut.
“Cu… eh… cuci darah… Ibu mesti cuci darah itu… seumur hidup Pak…”, Rani terbata-bata.
“Oh iya, biasanya. Kecuali ada yang mau donor ginjal…”, jawab Anthony.
“Jadi selama itu Rani…”, gadis itu diam sesaat, sebelum melanjutkan, “Rani harus minta uang sama Pak Anthony?”

Anthony tersenyum lagi. Dan sekarang ia duduk di sebelah Rani. Rani refleks menggeser duduknya untuk memberikan tempat yang lebih luas pada mantan atasannya itu. “Rani”, ujar Anthony. “Nggak selamanya kamu mesti minta uang sama saya. Nanti kalo udah kerja kan bisa biayain sendiri..”

“Tapi itu kan masih lama…”, Rani makin malu. “Sebelum itu, Rani ngerepotin Pak Anthony terus”
“Ya nggak apa-apa…”, Anthony mencoba menenangkan.
“Tapi… Rani nggak enak harus minta terus…”, jawab Rani lagi. Gadis itu merasa serba salah.
Anthony menghela napas. “Ibumu kerja apa Ran?”
“Tukang cuci”, jawab Rani. “Tukang cuci keliling. Pembantu. Tapi pulang hari, nggak nginep”
“Ahh… begitu”, jawab Anthony. “Kalau begitu jadi lebih mudah”, raut wajah Anthony terlihat sedikit cerah.
“Maksud Bapak apa? Rani nggak ngerti..”
“Ah gini aja Ran, kamu sama Ibu tinggal di rumah saya saja. Ibumu bisa kerja sama saya, saya gaji untuk ngurus-ngurus rumah. Kamu juga bisa berangkat sekolah dari rumah saya. Nah tiap minggu ibumu juga bisa cuci darah kan, saya yang bayarin. Jadi kita simbiose mutualisma”, cerocos Anthony sambil tersenyum lucu.

Rani malah melongo. Tentu saja usulan Anthony adalah usul yang bagus. Tapi…

“Ya sudah deh, Ran. Antar saya ketemu Ibu. Nanti saya yang bicara sama Ibumu..”, kembali Anthony menyunggingkan senyumannya yang khas. “Boleh?”
“Eh, iya terserah Bapak aja…”, Rani masih belum bisa lepas dari rasa kikuknya.
Anthony tertawa. “Kalau Ibumu setuju, tugas pertama kalian adalah, nemenin saya liburan dua minggu, di Bali!”, seru Anthony.
“Bali?”, Rani makin bingung.
“Iya Bali. Kamu masih libur panjang kan? Kamu sama Ibu harus ikut saya. Eh tapi panggil Mas aja Ran”, ujar Anthony.
“Mas?”, Rani terbengong seperti orang linglung.
“Iya, panggil saya Mas aja…”, Anthony menegaskan.
“Pak Anthony… eh.. Mas.. Mas.. Mas.. Anton…”, Rani terbata-bata.
“Boleh! Mas Anton kayaknya bagus. Mas Anton!”, seru Anthony.

Sampai hari ini Rani belum bisa memahami nasib baik yang menaungi dirinya. Bagaikan dijatuhi durian runtuh, nasib Rani seketika berubah. Dari gadis miskin yang mengisi hari hari luangnya dengan pekerjaan rumah, seketika menjelma menjadi gadis yang menghabiskan waktu liburannya di Bali. Tiap hari Rani berjalan-jalan di pantai sekitar hotel tempat mereka menginap. Makan satu meja dengan Anthony, belanja dari mulai gantungan kunci sampai dengan baju. Sampai gadget. Betul, gadget. Walaupun barang yang disebutkan terakhir tidak perlu dibeli disini. Namun kenyataannya Anthony memang membelikan Rani gadget di Bali. Anthony masih dengan sangat murah hati membelanjakan uangnya untuk memanjakan Rani, dan juga Ibunya.

Walaupun demikian, Rani menyadari, semahal apapun pakaian yang dikenakannya sekarang, secanggih apapun gadget yang ada di genggamannya, statusnya sebagai anak dari seorang tukang cuci tidak akan pernah berubah. Namun sebagai seorang gadis remaja biasa, mau tidak mau Rani menikmati juga kehidupan ‘mewah’ yang baru saja diberikan padanya oleh Anthony.

Sekarang Rani sedang menikmati malam terakhirnya di Bali, karena Anthony harus kembali ke Jakarta besok. Dan penuh rasa syukur Rani menatap laut yang hitam pekat dihadapannya. Puluhan lampu kelap kelip tampak dari kejauhan. Pemandangan yang, sebelumnya, hanya bisa dilihat Rani dari buku, majalah, atau acara televisi. Gadis itu berdiri di balkon president suite room pada hotel tempat mereka menginap. Suara desiran ombak terdengar merdu di telinga Rani. Apakah nasibnya sekarang sudah berubah? Pertanyaan itu berkali kali terngiang dalam benak Rani.

“Jika ada orang yang berbuat baik pada kita”, ibunya suatu hari pernah berkata, “terima dan syukurilah. Mungkin itu balasan Tuhan atas perbuatan baik kita di jaman dulu. Tapi, bisa juga itu hutang yang harus dibayar di waktu yang akan datang”

Ingatan akan perkataan ibunya itulah yang masih mengganjal di benak Rani. Jika memang kebaikan yang diberikan Anthony adalah hutang, dengan apakah gadis itu harus membayar? Walaupun Rani sudah berusia enam belas tahun, pemikiran gadis itu masih polos. Untuk membayar semua yang telah diberikan Anthony padanya, dan ibunya juga, rasanya Rani tidak sanggup. Walaupun ia bekerja siang malam selama sepuluh tahun.

“Masih muda kok udah pinter ngelamun!”, seru Anthony tiba tiba dari belakang Rani. Dengan lembut ia mengenakan jasnya di punggung Rani, maksudnya supaya gadis itu terlindung dari terpaan angin laut. “Daripada masuk angin”, ujarnya sambil nyengir.

“Eh… Mas Anton…”, Rani tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Sebenarnya gadis itu risi, tapi, ada perasaan senang ketika Anthony datang dan menyampirkan jasnya di punggungnya. Kayak di film-film romantis, Rani geli sendiri dalam hati.
“Besok kita balik ke Jakarta”, ujar Anthony.
“Ehm, iya Mas. Masih ada yang harus diberesin?”, tanya Rani. Belajar jadi asisten rumah tangga yang baik.
Anthony tersenyum. “Ibu-anak sama aja. Yang dipikirin pekerjaan melulu. Disuruh santai di Bali malah masih nyari-nyari kerjaan”
“Ah nggak, Rani santai aja kok disini”, Rani menyanggah. Mulai berani nyolot pada ‘majikannya’. “Tapi, ada yang masih harus diberesin, Mas?”

Anthony tertawa. “Nggak. Semua kan udah ibu, dan kamu, beresin tadi sore. Besok pagi tinggal berangkat”, Anthony berujar. “Besok sehabis dari bandara, kita langsung ke rumah saya aja. Kamarmu dan kamar Ibumu sudah disiapkan. Oo oo.. jangan melihat saya kayak gitu, Rani. Iya, kamarmu berbeda dengan Ibumu. Saya tahu anak perempuan seumur kamu sudah harus punya kamar sendiri. Privasi. Dan bajumu dan ibumu nanti beli saja lagi. Jadi kamu nggak perlu balik lagi ke rumah kontrakanmu yang butut itu”

Tidak biasanya kediaman Anthony, bujangan pemilik sebuah hotel bintang lima di jakarta, ramai oleh kunjungan tamu-tamunya. Namun hari ini keriuhan tidak terhindarkan karena kedatangan teman-teman Rani, anak dari asisten rumah tangganya yang berulang tahun yang ke tujuh belas.

Anthony sendiri yang berinisiatif mengundang teman-teman Rani, dan mengadakan pesta ulang tahun di rumahnya. Rani pada awalnya menolak, namun Anthony tetap pada pendiriannya. Sehingga membuat Rani tidak bisa berbuat banyak – walaupun senang tentu saja.

Pesta berlangsung sejak jam 18.30. Setelah acara makan malam, dilanjutkan dengan tiup lilin diiringi suara riuh rendah teman-teman Rani yang membuka mulut selebar-lebarnya menyanyikan lagu panjang umurnya. Rani sendiri merasa sangat bahagia. Seumur-umur baru kali ini ulang tahun gadis itu dirayakan.

Setelah potong kue, tentu saja dilanjutkan dengan acara buka kado. Semua teman teman Rani memberikan gadis itu hadiah. Jenisnya bermacam-macam, sampai Rani bingung sendiri. Anehnya selama acara berlangsung, hanya sekali Anthony menampakkan batang hidungnya : ketika menyambut kedatangan teman teman Rani yang memang datang segerombolan. Setelahnya Anthony mengurung diri di kamarnya. Bahkan sampai teman teman Rani pulang, Anthony tidak pernah muncul lagi.

“Jadi maumu apa heh?”, seorang pria terdengar marah-marah dengan lawan bicaranya melalui ponsel.
“Jangan sentuh dia, Pak. Please..”, suara perempuan di ujung sana hampir menangis.
“Apa hakmu ngelarang saya…”, nada suara sang pria terdengar makin tinggi, tapi terpotong jerintan lawan bicaranya.
“Dia itu teman saya. Anak baik baik Pak. Dia masih polos..”, lawan bicara sang pria terdengar putus asa.
“Tidak seperti kamu eh, Dian?”, pungkas sang pria seraya memutuskan hubungan.

Rani baru saja selesai mandi ketika smartphone miliknya berbunyi ‘ping’ beberapa kali. Tidak mengacuhkannya, gadis yang masih mengenakan gaun mandi itu terus saja mengeringkan rambutnya yang basah. Iapun duduk di tempat tidur miliknya yang bersprei satin berwarna putih bersih. Setelah merasakan rambutnya hampir kering, Rani baru meraih smartphonenya.

Apa-apaan sih, si Dian? Tanya Rani dalam hati. Gadis itu berdiri dan berjalan menuju lemari pakaiannya yang berpintu kaca cermin. Tapi tiba tiba Rani kembali teringat akan perkataan ibunya,

“Jika ada orang yang berbuat baik pada kita, terima dan syukurilah. Mungkin itu balasan Tuhan atas perbuatan baik kita di jaman dulu. Tapi, bisa juga itu hutang yang harus dibayar di waktu yang akan datang”

Sial, gerutu Rani dalam hati. Kenapa tiba-tiba aku jadi ketakutan begini sih? Kenapa juga si Dian gila itu mesti ngomong yang nggak-nggak, kan nggak mungkin kalo Mas Anton… Gadis itu terkejut bukan main ketika tiba-tiba pintu kamarnya membuka, Anthony masuk dan langsung mengunci pintunya.

“Mas Anton?”, Rani heran. Belum menyadari bahaya yang tengah mengintai.
“Oh kamu memang cantik, Rani…”, ujar Anthony. Pria itu bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana boxer. Sorot matanya aneh. Ia mendekati Rani dan mencengkeram lengan gadis itu. Sementara dengan tangan lainnya Anthony mencoba melepaskan gaun mandi Rani.
“Mas Anton! Apa-apa…”, Rani berusaha menahannya.
Anthony memelintir lengan Rani sehingga gadis itu memekik kesakitan. Dan kemudian ia mencengkeram tubuh gadis itu dari belakang.
“Ibuuuuu! Tolooong!”, Rani memekik.
“Teriak saja semaumu, manis. Ibumu sudah tidur. Dan asal kau tahu, kamarmu dan kamar ibumu kedap suara”, tangan kiri Anthony berhasil melepaskan ikatan gaun mandi Rani. Sementara tangan kanannya menahan tubuh Rani.
“Mas Anton.. jangan Mas.. tolong..”, Rani mulai menangis.
“Kau pikir kau bisa seenaknya aja ngabisin uangku eh?“, hardik Anthony sambil mencium pipi Rani dengan kasar. “Dasar perempuan murahan. Selalu saja menggunakan kecantikan dan air mata kalian untuk keuntungan. Sial. Jika tidak ada perempuan murahan terkutuk macam kalian, tentu Ayahku tidak selingkuh. Dan Ibuku masih hidup…”
“Mas Anton ngomong apaan sih? Rani nggak…”
“Halah, sudah, lepas aja!”, Anthony menghardik sekaligus menarik gaun mandi Rani dengan keras sehingga gadis itupun telanjang. Anthony langsung menarik Rani ke ranjang dan menindihnya. Dengan kasar ia langsung mengulum bibir Rani. Sementara kedua tangan gadis itu dipegangi dengan kuat. Puas melumat bibir gadis malang itu, Anthony menuju sasaran lain, payudara. Anthony menarik salah satu payudara mungil gadis itu ke pangkalnya sehingga putingnya mencuat ke atas. Detik itu juga anthony menggigit puting itu dan menariknya dengan gemas.
“Aaaaaagh… sakit.. sakit Mas Anton… sakit…”

Anthony hanya mengerang dan memperkuat gigitan. Seperti binatang buas yang mencoba mengoyak daging buruannya dengan ganas. Kemudian ia beralih ke puting Rani yang lain. ia menjilatinya. Sementara Rani hanya bisa meringis. Tapi kemudian Anthony kembali menggigitnya dan menarik puting itu sekuat mungkin. Rani kembali menjerit, dan Anthony seperti tersenyum dalam erangan. Anthony cukup cerdik untuk menyakiti puting Rani tanpa membuat puting Rani putus. Karena jika sampai hal itu terjadi, bisa berakibat fatal. Dan ia tidak bisa bermain dengan tubuh Rani lebih jauh.

“Tetek kamu imut imut kenyal, Ran!”, seru Anthony sambil mengusap mulutnya dari liur yang mengalir. Ia tampak puas melihat kedua payudara Rani yang berwarna kemerahan bekas gigitannya. Anthony kemudian dengan kasar mengangkangkan kedua paha Rani. Gadis itu hanya bisa menangis pasrah. “Wuih Rani, memek kamu masih rapet nih…”, ujarnya sambil mencolek-colek celah vagina Rani yang segaris lurus, bersemayam diatas gundukan yang menyembul berwarna putih bersih tanpa rambut.

Anthony melepaskan boxernya. Seketika burung berotot miliknya menjenjang keluar seperti tiang listrik. Kemudian ia berlutut di antara kedua paha Rani, dan membiarkan kedua kaki Rani yang jenjang itu menjuntai di atas pahanya, sehingga kepala zakar miliknya tepat berada di hadapan belahan mungil rapat di kutub selatan tubuh Rani.

“Mas… jangan Mas… tolong… ampun Mas…”, Rani meratap sambil terisak.
“Ah, persetan!”, Anthony mulai melesakkan kejantanannya ke dalam sangkar imut Rani.
“Jangan Mas… sakiit….”, Rani meringis. Air matanya terus mengalir.
“Perempuan kayak kamu emang harus disakitin. Itu kan yang kalian mau? Setelah menangis, lalu mengais. Mengais uang macam tikus mengais makanan basi di tong sampah!”, Anthony menghardik. Dan seketika mendorong penisnya sejauh mungkin. Dengan sekuat tenaga.
“Aaaaaaagh… sakit Mas…”, Rani merintih pilu. Detik yang sama kejantanan Anthony berhasil merenggut kepolosan tubuh Rani. Darah menetes dari celah mungilnya.

Anthony tertawa serak. Mengerikan. Bagaikan hewan buas yang baru menguasai lawannya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Anthony mulai memompa. Menggenjot tubuh Rani yang malang. Bagaikan memeras sari kemurnian tubuh gadis itu. Menyayat liang vagina Rani, Seiris demi seiris.

“Mas… ampun Mas… periih… sakit….”, Rani merintih memohon belas kasih.
“Ah…” napas Anthony tersengal sengal. “Bohong! kalian bilang sakit, ngh.. ngh.. supaya bisa dapet duit lebih kan…” Anthony makin buas mengaduk liang mungil Rani. Vagina Rani berkontraksi luar biasa, mencoba mengeluarkan batangan asing mengerikan yang menyesakinya. “Ah… memek… memek perawan emang enagh…”, Anthony merasa nikmat luar biasa.
“Eng… Sakit Mas… ampun… udagh Mas.. please… udagh… perih Mas… ampun…”

Anthony makin ganas. Seakan ingin merobek robek liang vagina Rani, ia menghujamkan batangannya bukan hanya untuk merasakan kenikmatan celah surgawi itu, tapi juga untuk menyakiti Rani. Sesakit mungkin. Tapi seketika tubuh Anthonypun menegang. Ototnya mengeras bagai patung. Dan detik itu cairan hina Anthony muncrat dan membanjiri liang mungil Rani. Anthony menghujamkan batangannya sedalam mungkin, mengangkat pantat Rani agak keatas agar spermanya mengalir ke rahim. Seakan akan hendak menghamili gadis itu. Semata mata hanya untuk menambah penderitaanya saja. Jika Rani benar benar hamil, Anthony akan menggugurkannya.

“Ah… memek kamu luar biasa Ran!”, seru Anthony sambil mencabut penisnya dari vagina Rani. “Bener-bener memek perawan sweet seventeen!”

“Mas Anton tegaa…”, Rani meratap sambil terisak isak. Gadis itu langsung terduduk. Memandang celah mungilnya yang sekarang perih luar biasa. Noda merah terpercik di sprei dibawahnya.

Anthony tertawa kasar. “Basa basi”, sergahnya. “Emangnya kamu sebegitu naifnya sehingga mau aja uang yang saya kasih eh? Kamu tidak pernah berprasangka sedikitpun, hari ini pasti terjadi?”, Anthony nyerocos sambil mengenakan kembali boxernya. “Nggak mungkin Ran. Nggak mungkin kamu sebodoh itu. Kamu pasti tahu, cepat atau lambat, pasti…”

“Rani nggak tahu!”, jerit Rani. “Lagipula, waktu itu Rani lagi bingung. Jujur, butuh duit buat Ibu. Apa Rani salah kalo nerima uang, yang Mas Anton kasih sendiri, buat Ibu berobat?”, kembali Rani tersedu-sedu.

“Ah iya”, Anthony berkata sinis. “Ibumu itu butuh uang ya…”, ujarnya sambil mendekati Rani yang terduduk di ranjang. “Kalau begitu”, Anthony duduk di samping Rani, mendorong gadis itu hingga terlentang, kemudian menghujamkan jari tengah dan telunjuknya ke dalam vagina Rani. Seketika Rani menjerit kesakitan. “Siapkan memekmu setiap saat, bocah, Kalau kamu mau aku terus bayar ibumu berobat!”

“Baru pulang Ran?”, tanya Anthony yang sedang duduk di ruang tengah, ketika melihat Rani berjalan masuk masih mengenakan seragam sekolahnya dan bertelanjang kaki.

“Iya Mas”, jawab Rani sambil berjalan masuk ke ruang makan. “Mas Anton belum makan ya?”, ujarnya ketika melihat makanan di atas meja makan masih utuh. “Ibu masih di rumah sakit ya Mas?”

“Iya”, Anthony menjawab pendek. Tiba tiba sudah di pintu ruang makan. Ia langsung memeluk Rani dari belakang. “Aku mau makan kamu dulu…”, Anthony menciumi leher Rani. “Ah, keringat kamupun enak dicium, Ran…”

“Mas… “ Rani meronta. “Jangan… tadi pagi kan udah…”

“Ah, sudah lupa kalo kamu itu pelacurku, Ran? Pelacur!”, Anthony menghardik sambil menyeret Rani ke ruang tengah.

Air mata Rani menitik. Hatinya sakit luar biasa setiap mendengar Anthony menyebutnya pelacur. Tapi gadis itu tidak punya pilihan lain. “Nggak Mas… Rani nggak lupa..”, Rani menjawab. “Tapi Rani baru dapet..”, gadis itu sedikit meronta ingin melepaskan diri. Anthony mencengkeram pinggang gadis itu, memeluknya dari belakang.

Anthony tertawa. “Emang kenapa? Jangan cari-cari alasan!”, pria itu kemudian melepaskan rok yang dikenakan Rani dan memaksa Rani nungging dengan bertumpu tangan di atas sofa. Anthonypun memeloroti celana dalam gadis itu. Seketika darah Ranipun mengalir dan membercak di lantai.

“Mas… kan udah Rani bilang…”
“Iya.. iya tahu… kamu lagi dapet kan?”, Anthony terlihat cuek. Ia langsung melepaskan celana dan celana dalamnya sendiri. “Ah.. suck it in, bitch!”
“Aaaaaagh!”, Rani memekik. Anusnya terasa sakit luar biasa. Rupanya anthony melesakkan kejantanannya ke dalam anus Rani. “Mas! Jangan Mas! Sakiit!”
“Agh… pantatmu enak juga Ran!”, Anthony terus mengobok obok pantat Rani dengan kejantanannya. “Lebih peret dari memek kamu!”
“Agh… sakit Mas… ampun!”, Rani menangis, meringis menahan sakit.
“Agh..”,

Plak! Plak! Plak! Plak!

Anthony menampar-nampar kedua bulatan pantat Rani. Rani menangis tersedu sedu. Hujaman demi hujaman terus dilesakkan Anthony, sementara Rani mengeliat-geliat kesakitan. Sampai akhirnya, Anthony mengerang keras, dan penyiksaan itupun berakhir setelah cairan nafsu Anthony yang membanjir. Rani merosot ke lantai. Lantai pualam yang dingin terasa menyejukkan pantatnya yang perih.

“Jilatin kontol gue!”, Anthony membentak. Dengan kepatuhan seorang budak, sambil berlutut Rani menjilati kejantanan Anthony yang mulai melayu itu. Membersihkannya dari noda noda sperma. “Bagus.. “, ujarnya sambil mendorong kepala Rani agar menjauh.
“Mas Anton suka?”, tanya Rani sambil menatap majikannya.
“Suka apaan? Ngentotin pantat kamu?”, Anthony tertawa keras. “Kenapa nanya? Udah keenakan jadi pelacur?”

Rani tersenyum miris. “Kalau Mas Anton senang, Rani juga senang. Yang penting Ibu sehat…”

Anthony menyetir sendirian memasuki kompleks tempat rumahnya berdiri. Jam di dashboard mobil menunjukkan pukul 03.30 pagi, dan tanggal 14 Februari. “Ah iya, 14 Februari ya..”, gumam Anthony. Hari Valentine, cetus Anthony kemudian dalam hati. Bull shit! Hari yang dihiasi cokelat dan hati. Cih! Cokelat. Cewek abg seperti Rani pasti senang diberi cokelat di hari ini. Kontol gue juga warnanya coklat! Anthony terkikik sendiri.

Pria itu baru pulang sehabis karaoke bersama teman-teman sesama pengusaha. Sang teman melanjutkan kegiatannya dengan kegiatan di ranjang bersama lady escort karaoke yang sedari tadi sudah membakar nafsu mereka. Anthony memilih pulang untuk kemudian menggelut tubuh Rani, gadis yang dianggap pelacur pribadinya. Gadis lugu yang selalu pasrah mengikuti kehendaknya, apapun itu.

Hampir pukul empat pagi ketika Anthony membuka pintu kamar Rani yang memang tidak pernah dikunci. Pria itu sangat terkejut mendapati ‘pelacur ciliknya’ sedang duduk bersimpuh di lantai beralaskan karpet kecil, dengan menyelubungi tubuhnya dengan busana putih yang hanya menyisakan wajahnya yang tak tertutup. Air mata gadis itu terlihat berlinang. Samar-samar Anthony dapat mendengar bisikan gadis itu, yang diiringi isak tangis kecil.

“…terima kasih… terima kasih… engkau telah menolong ibu… … mengirim Mas Anthony untuk menolong Ibu… … berkahilah Mas Anton… karena ia baik sekali pada hamba dan ibu… limpahkanlah rezeki kepadanya… hanya engkau yang maha kaya… yang bisa membalas kebaikan Mas Anthony… tetapi kalau masih boleh hamba memohon… hamba mohon…. hamba tidak mau jadi pelacur… hamba tahu itu dosa… jika memang hamba harus melayani… Mas… Anthony… hamba mohon… hamba bisa jadi isteri Mas Anthony… supaya hamba bisa melayaninya dengan tulus… hamba sangat sayang padanya… hamba rela melayaninya… kapanpun… walaupun hamba sampai sakit… hamba tidak menginginkan apa-apa… kesehatan ibu adalah yang paling penting buat hamba…“

Lutut Anthony seketika menjadi lemas mendengarnya. Pria itu merosot hingga jatuh terduduk di lantai. Tanpa tertahan air matanya mengucur deras. Rani yang terkejut mendengar suara orang terjatuh langsung melepaskan busana putih yang membalut gaun tidurnya. Bergegas ia berlari menuju pintu, dimana tampak sesosok bayangan yang terduduk di lantai.

“Lho… Mas Anton?”, Rani heran mendapati majikannya itu menangis.
“Rani…”, ujar Anthony dengan suara serak.
“I… iya Mas?”
“Kamu… kamu…”, Anthony menggenggam tangan Rani kuat-kuat.
“Iya, Mas?”
“Kamu mau nikah sama saya?”, Anthony berujar setelah mengumpulkan kekuatan.
Rani terkejut. Gadis itu mencoba menarik tangannya.
“Jawab Ran! Sekarang!”

Rani diam saja. Gadis itu memandang Anthony yang sedang menangis dengan pandangan lembut. Baru kemudian ia mengangguk.

“Bener?”, Anthony masih mengejar.

Rani mengangguk sekali lagi. Saat itulah Anthony melihat ada yang lain di sorot mata Rani. Ada cinta disana. Ada ketulusan. Ada kebaikan hati. Mirip dengan sorot mata seseorang yang sangat ia kenal, ibu Anthony sendiri.

“Terima kasih ya Ran”, Anthony mencium tangan Rani lekat-lekat. “Terima kasih… dan.. ha..happy… valentine’s day…”
“Mestinya Rani yang bilang terima kasih”, ujar Rani sambil membenamkan tubuhnya di dalam pelukan Anthony.

http://202.95.10.206/


Rabu, 19 Juli 2023

BAYAR HUTANG DENGAN MEMEK,CERITA BOKEP BAYAR HUTANG


Ratna adalah seorang wanita muda beranak satu berusia 25 tahun yang memiliki wajah manis, dengan bentuk tubuhnya yang begitu semok, pantatnya yang bohay membulat membuat siapapun lelaki yang melihatnya akan berdecak kagum. Ditambah lagi dengan buah dadanya yang membusung ukuran 34B dan sangat montok itu, semakin menambah keseksiannya benar benar menggiurkan, setiap mata lelaki.

Ratna bekerja pada satu instansi pemerintah didaerah Sudirman, sebagai seorang analis yang ramah iapun sangatlah disukai oleh teman teman sekantornya. Sehari hari Ratna berangkat bekerja dari rumahnya didaerah Ciledug menggunakan angkutan umum, dengan kebiasaannya yang selalu memakai pakaian ketat semakin membuat lekukkan tubuh seksinya tampak begitu jelas, dan mengundang banyak pandangan nakal dari para lelaki yang melihatnya.

Seperti pagi itu diangkutan yang cukup padat penumpang Ratna berdiri berdesakkan diantara para penumpang, Ratna yang pagi itu memakai pakaian ketat dengan span yang diatas lutut begitu menggoda setiap lelaki yang berdiri didekatnya, untuk merapatkan tubuhnya ketubuh Ratna yang sangat seksi dan montok itu.

Saat itu ada seorang laki laki yang berdiri tepat dibelakang Ratna, dengan perlahan mulai merapatkan tubuh depannya kebagian belakang tubuh Ratna, dengan memanfaatkan goncangan mobil angkutan yang sesekali terguncang itu, laki laki itu mulai menempelkan batang penisnya yang masih tertutup celana ke pantat Ratna. Laki laki yang disebelahnya pun tidak mau kalah dengan kalakuan temannya, iapun mulai dengan menempelkan telapak tangannya dipermukaan pantat Ratna yang yang begitu membulat seksi terbalut rok spannya yang begitu ketat menyiplak dipantatnya.

Ratna yang diperlakukan seperti itu tidak menyadarinya, ia masih asik bergantungan dengan tangan satunya sedang memainkan tombol tombol blackberrynya. Begitulah keseharian yang sering terjadi terhadap Ratna, ada saja lelaki yang mencuri curi kesempatan dalam kesempitan.

Tidak seperti biasanya hari itu Ratna begitu pusing dengan keadaan suaminya yang terlibat banyak hutang, akibat kebiasaan suaminya yang sering berhura hura dan hidup royal. Sementara tabungan Ratna sudah habis dipakai untuk bayar ini dan itu, sesampainya dikantor Ratna menghadap pimpinannya untuk meminjam uang, untuk melunasi hutang suaminya kepada seorang rentenir.

Ratna mengetuk pintu ruangan pimpinannya itu, dan terdengar suara dari seorang laki laki yang mempersilahkannya untuk masuk. Pak Broto adalah pimpinan dimana Ratna adalah salah seorang anak buah di unitnya, dan hari itu Ratna datang dan mengutarakan maksudnya untuk mendapat pinjaman uang.

Dengan mata nakalnya Pak Broto menyisir tubuh Ratna dari atas sampai kebawah, ratna menjadi risih mendapati hal ini, lalu dengan perlahan iapun mulai mengutarakan maksudnya.

“…maaf Pak maksud dan tujuan saya menghadap, adalah ingin meminta bantuan kepada Bapak untuk meminjamkan saya uang lima juta Pak…” kata Ratna dengan nada berat.

“…boleh saja Bapak kasih, asal kamu mau menerima persyaratannya…!” kata Pak Broto mulai dengan akal bulusnya.

“…persyaratan apa Pak, saya tidak mengerti…?” sambung Ratna.

“…asal kamu mau pacaran sama Bapak sehari…saja…pasti Bapak kasih apa yang kamu mau…gimana…?” kata Pak Broto dengan berbisik didepan wajah Ratna.

Ratna begitu kaget dengan apa yang baru didengarnya, lalu iapun tertunduk tidak berani menatap mata atasannya itu, dan iapun teringat akan desakkan dan ancaman rentenir yang kemarin datang kerumahnya, lalu dengan pelan iapun berkata lagi.

“…kalau memang Bapak mau begitu saya terima Pak, asalkan saya diberi pinjaman…” dengan berat hati Ratna menyetujui keinginan atasannya itu.

Pak Broto begitu girang dan tidak menyangka Ratna akan semudah itu menerima persyaratan darinya. Lalu iapun mengeluarkan sejumlah uang dari lacinya, dan memberikannya kepada Ratna.

“…ini uangnya lima juta dan kamu harus menuruti apa saja yang saya mau…!” katanya seraya menyerahkan uang ketangan Ratna.

Ratna segera memasukan uang itu kedalam tasnya, sementara Pak Broto pergi mengunci pintu ruangannya, dan segera menghampiri Ratna. Ratna tidak kuasa menolak ketika tangan Pak Broto memeluk tubuhnya dari belakang, dan mulai menyapu tengkuk dan leher jenjangnya dengan mulut dan lidahnya. Pak Broto yang sudah sekian lama begitu memendam hasrat terhadap Ratna kemudian tidak menyia nyiakan kesempatan langka tersebut, dengan penuh nafsu iapun mulai menggesek gesekkan batang penisnya dibelahan pantat Ratna yang terbalut rok ketatnya.

“…oohh Ratna kamu begitu menggairahkan, tubuhmu begitu seksi sssshhh…aaahh…” racau Pak Broto ditelinga Ratna.

Lalu mulai tangan Pak Broto meremas remas buah dada montok Ratna, dan mulai membuka satu persatu kancing blousnya. Tubuh Ratna sampai terguncang guncang menerima desakkan dan gesekkan liar penis Pak Broto dipantatnya, kini Pak broto membalikkan tubuh Ratna kehadapannya.

Dengan memegang kepala Ratna Pak Broto kemudian melumat bibir tipis Ratna, kemudian tangannya mulai menurunkan tali kutang dipundak Ratna. Ratna sudah setengah telanjang dengan buah dadanya yang montok itu menggantunng membuat Pak Broto yang tidak sabar segera mencaplok dan mengenyoti puting susunya dengan penuh nafsu.

“…ssshhh…” Ratna mulai mendesis menerima kenyotan mulut Pak Broto.

Pak Broto kemudian menarik Ratna dan membaringkannya diatas sofa, lalu mulai menjilati paha mulus Ratna, dan kemudian dengan tergesa segera menarik turun celana dalamnya. Ratna hanya pasrah ketika Pak Broto mulai membuka celananya, dan kemudian menuntun batang kontolnya kearah vaginanya.

Vagina Ratna yang sudah basah itu dengan mudah dapat dimasuki kontol Pak Broto, dan dengan tergesa kemudian Pak Broto mulai menggenjot vagina Ratna. “…aaahh…ooohhh…ssshhh…memekmu legit Rat…!” racaunya.

Ratna hanya bisa pasrah dan menitikkan airmatanya, menerima hujaman dan genjotan batang kontol atasannya itu. Hingga akhirnya Pak Broto menyemburkan spermanya didalam rahim Ratna, dan hari itu runtuhlah sudah kesucian dirinya, dia harus menjadi tumbal akibat perbuatan suaminya. Pak Broto sangat puas telah berhasil mencicipi tubuh seksi dan montok Ratna, yang sudah sekian lama diidamkannya itu.

Ratna kembali kemeja kerjanya, dan hari itu iapun menjadi kewalahan akibat banyaknya pekerjaan yang menumpuk dimejanya, karena tadi harus melayani atasannya. Hari itupun Ratna harus pulang sedikit lebih malam dari biasanya, dengan tubuh lemas dan lelah iapun berderet bersama para calon penumpang angkutan umum dihalte bis itu.

Hingga sekitar jam delapan malam Ratna baru dapat bis, dan tidak diduga pula ditengah perjalanan bis itu mogok, hingga Ratna harus menyusuri trotoar dan berjalan mencari angkutan alternatif lainnya. Tepat didepan sebuah toko yang sudah mulai tertutup separuh rollingdorrnya, Ratna dikejutkan dengan seorang laki laki yang kemudian membekap mulutnya, dan menarik tubuhnya masuk kedalam toko itu.

Ratna tidak bisa menjerit apalagi meminta tolong dengan bekapan dimulutnya, Ratna terus dipaksa masuk hingga kebagian belakang dalam toko tersebut. Didalam toko yang rupanya masih ada beberapa orang itu, kemudian serentak mengerubuti Ratna yang mulai panik. Dan Ratna tidak berdaya mendapatkan serangan dari sekian laki laki yang mulai menjarah sekujur tubuh seksinya, dengan rabaan, dan remasan disana sini.

Malam itu Ratna semakin kecil kemungkinannya untuk dapat pulang dengan selamat, tujuh orang pelayan toko berikut pemiliknya malam itu menggilir tubuh Ratna, dan diperkosa hingga Ratna jatuh pingsan. Seorang demi seorang mulai memasuki tubuh Ratna, dan memperkosanya secara brutal. Hingga semuanya kebagian menikmati montoknya tubuh Ratna.

Dengan uang yang tersisa menjelang subuh, Ratna akhirnya sampai juga dirumahnya, dan suaminya pun tidak bisa berbuat apa apa mendapati istrinya pulang dalam keadaan bersimbah sisa sisa sperma dari para lelaki yang tadi memperkosa istrinya.

Hari itu Ratna tidak bisa masuk kerja dan sehabis berobat kedokter iapun diharuskan banyak istirahat, seperti yang sudah dijanjikan siang itu pun datang lah rentenir untuk menagih utang suaminya. Setelah perdebatan yang sangat alot rentenir itu tidak bisa menerima bayaran dari suami Ratna, karena uang yang kemarin dipinjam oleh Ratna telah raib dirampas para pemerkosanya.

Tagor sang rentenir itu akhirnya memberikan satu syarat kepada Ratna dan suaminya, ia akan memberi keringanan hutang mereka apabila diberi kesempatan untuk meniduri Ratna. Taryo suami Ratna tidak kuasa menolaknya dan kemudian merundingkannya dengan Ratna, lalu dengan menintikkan air matanya Ratna pun bersedia ditiduri oleh Bang Tagor rentenir itu.

Tagor lalu meminta Taryo untuk meninggalkan ia dan istrinya, dengan lesu Taryo pun menurutinya dan pergi meninggalkan Ratna istrinya untuk ditiduri Tagor si rentenir itu. Tagor yang rupanya sudah tertarik terhadap kemolekkan tubuh Ratna itu, kemudian membawa Ratna kekamar dan direbahkannya diatas ranjang.

Lalu dengan penuh nafsunya Tagur menerkam tubuh Ratna dan menggumulinya, dengan lumatan kasar dibibir tipis Ratna Tagor pun kemudian meremas remas buah dada Ratna dengan kasar. Dan kemudian dengan kasar merobek daster bagian dada Ratna, dan membetoto kutangnya hingga putus, kemudian dengan nafsu di caploknya buah dada montok itu.

“…kamu memang cantik mba Ratna, tubuhmu montok sekali…aaahhh…ssshh…” racau Bang Tagor disela kenyotan mulutnya disusu Ratna.

Cerita Bokep Kemudian dengan kasar pula ia mulai menarik celana dalam Ratna hingga sobek dan terputus, lalu dengan nafsu dijilatinya belahan vagina Ratna. Dengan lidahnya dimainkannya klentit Ratna, dan dijelajahinya hingga kekedalaman vaginanya yang gelap dan pekat itu.

Dengan membuka kaki Ratna dan dikangkangkannya kedua paha mulusnya, lalu Tagor dengan kasar mecobloskan batang kontolnya yang besar itu keliang vagina Ratna yang imut dan sempit itu. Ratna meringis mendapati hentakan hentakan kasar batang kontol yang dua kali lebih besar dari milik suaminya itu.

“…aaahh…pelan Bang…aaahhh…sakiiiit….Bang…aaahh…!” rintih Ratna.

Bukan manjadi iba Tagor malah semakin bernafsu menggenjot vagina Ratna, dan ia terus mengguncang dan menyodokkan kontolnya lebih kasar lagi. Hingga sepuluh menit kemudian denga erangan panjang Tagor memuntahkan lahar panasnya dirahim Ratna.

“…aaaahhh….ssshhh…ccrot…crot…crot…enak betul memek kau mba…!” katanya dipenghujung smburan spermanya.

Ratna hanya menangis meratapi semua rentetan kejadian yang harus diterimanya, sedari kemarin hingga hari itu tubuhnya harus menjadi sarana pemuas hajat birahi laki laki. Sungguh kejam nasib yang harus diterimanya, semua ini akibat dari kebiasaan buruk suaminya yang doyan berhutang, hingga mengakibatkan dirinya menjadi tumbal dari hutang suaminya.

Tagor yang kelelahan sehabis menggarap tubuh Ratnapun berucap sekenanya.

“…kalau nanti suamimu belum juga bisa melunasi hutangnya, aku akan minta tubuh kau lagi…ingat itu…!” katanya sambil berlalu dan pergi.

Ratna semakin teriris mendengar hal itu, dan dalam hatinya ia semakin menyalahkan suaminya, yang menyebabkan semua kehinaan yang telah menimpanya.

Cerita Dewasa – Ratna adalah seorang wanita muda beranak satu berusia 25 tahun yang memiliki wajah manis, dengan bentuk tubuhnya yang begitu semok, pantatnya yang bohay membulat membuat siapapun lelaki yang melihatnya akan berdecak kagum. Ditambah lagi dengan buah dadanya yang membusung ukuran 34B dan sangat montok itu, semakin menambah keseksiannya benar benar menggiurkan, setiap mata lelaki.

Ratna bekerja pada satu instansi pemerintah didaerah Sudirman, sebagai seorang analis yang ramah iapun sangatlah disukai oleh teman teman sekantornya. Sehari hari Ratna berangkat bekerja dari rumahnya didaerah Ciledug menggunakan angkutan umum, dengan kebiasaannya yang selalu memakai pakaian ketat semakin membuat lekukkan tubuh seksinya tampak begitu jelas, dan mengundang banyak pandangan nakal dari para lelaki yang melihatnya.

Seperti pagi itu diangkutan yang cukup padat penumpang Ratna berdiri berdesakkan diantara para penumpang, Ratna yang pagi itu memakai pakaian ketat dengan span yang diatas lutut begitu menggoda setiap lelaki yang berdiri didekatnya, untuk merapatkan tubuhnya ketubuh Ratna yang sangat seksi dan montok itu.

Saat itu ada seorang laki laki yang berdiri tepat dibelakang Ratna, dengan perlahan mulai merapatkan tubuh depannya kebagian belakang tubuh Ratna, dengan memanfaatkan goncangan mobil angkutan yang sesekali terguncang itu, laki laki itu mulai menempelkan batang penisnya yang masih tertutup celana ke pantat Ratna. Laki laki yang disebelahnya pun tidak mau kalah dengan kalakuan temannya, iapun mulai dengan menempelkan telapak tangannya dipermukaan pantat Ratna yang yang begitu membulat seksi terbalut rok spannya yang begitu ketat menyiplak dipantatnya.

Ratna yang diperlakukan seperti itu tidak menyadarinya, ia masih asik bergantungan dengan tangan satunya sedang memainkan tombol tombol blackberrynya. Begitulah keseharian yang sering terjadi terhadap Ratna, ada saja lelaki yang mencuri curi kesempatan dalam kesempitan.

Tidak seperti biasanya hari itu Ratna begitu pusing dengan keadaan suaminya yang terlibat banyak hutang, akibat kebiasaan suaminya yang sering berhura hura dan hidup royal. Sementara tabungan Ratna sudah habis dipakai untuk bayar ini dan itu, sesampainya dikantor Ratna menghadap pimpinannya untuk meminjam uang, untuk melunasi hutang suaminya kepada seorang rentenir.

Ratna mengetuk pintu ruangan pimpinannya itu, dan terdengar suara dari seorang laki laki yang mempersilahkannya untuk masuk. Pak Broto adalah pimpinan dimana Ratna adalah salah seorang anak buah di unitnya, dan hari itu Ratna datang dan mengutarakan maksudnya untuk mendapat pinjaman uang.

Dengan mata nakalnya Pak Broto menyisir tubuh Ratna dari atas sampai kebawah, ratna menjadi risih mendapati hal ini, lalu dengan perlahan iapun mulai mengutarakan maksudnya.

“…maaf Pak maksud dan tujuan saya menghadap, adalah ingin meminta bantuan kepada Bapak untuk meminjamkan saya uang lima juta Pak…” kata Ratna dengan nada berat.

“…boleh saja Bapak kasih, asal kamu mau menerima persyaratannya…!” kata Pak Broto mulai dengan akal bulusnya.

“…persyaratan apa Pak, saya tidak mengerti…?” sambung Ratna.

“…asal kamu mau pacaran sama Bapak sehari…saja…pasti Bapak kasih apa yang kamu mau…gimana…?” kata Pak Broto dengan berbisik didepan wajah Ratna.

Ratna begitu kaget dengan apa yang baru didengarnya, lalu iapun tertunduk tidak berani menatap mata atasannya itu, dan iapun teringat akan desakkan dan ancaman rentenir yang kemarin datang kerumahnya, lalu dengan pelan iapun berkata lagi.

“…kalau memang Bapak mau begitu saya terima Pak, asalkan saya diberi pinjaman…” dengan berat hati Ratna menyetujui keinginan atasannya itu.

Pak Broto begitu girang dan tidak menyangka Ratna akan semudah itu menerima persyaratan darinya. Lalu iapun mengeluarkan sejumlah uang dari lacinya, dan memberikannya kepada Ratna.

“…ini uangnya lima juta dan kamu harus menuruti apa saja yang saya mau…!” katanya seraya menyerahkan uang ketangan Ratna.

Ratna segera memasukan uang itu kedalam tasnya, sementara Pak Broto pergi mengunci pintu ruangannya, dan segera menghampiri Ratna. Ratna tidak kuasa menolak ketika tangan Pak Broto memeluk tubuhnya dari belakang, dan mulai menyapu tengkuk dan leher jenjangnya dengan mulut dan lidahnya. Pak Broto yang sudah sekian lama begitu memendam hasrat terhadap Ratna kemudian tidak menyia nyiakan kesempatan langka tersebut, dengan penuh nafsu iapun mulai menggesek gesekkan batang penisnya dibelahan pantat Ratna yang terbalut rok ketatnya.

“…oohh Ratna kamu begitu menggairahkan, tubuhmu begitu seksi sssshhh…aaahh…” racau Pak Broto ditelinga Ratna.

Lalu mulai tangan Pak Broto meremas remas buah dada montok Ratna, dan mulai membuka satu persatu kancing blousnya. Tubuh Ratna sampai terguncang guncang menerima desakkan dan gesekkan liar penis Pak Broto dipantatnya, kini Pak broto membalikkan tubuh Ratna kehadapannya.

Dengan memegang kepala Ratna Pak Broto kemudian melumat bibir tipis Ratna, kemudian tangannya mulai menurunkan tali kutang dipundak Ratna. Ratna sudah setengah telanjang dengan buah dadanya yang montok itu menggantunng membuat Pak Broto yang tidak sabar segera mencaplok dan mengenyoti puting susunya dengan penuh nafsu.

“…ssshhh…” Ratna mulai mendesis menerima kenyotan mulut Pak Broto.

Pak Broto kemudian menarik Ratna dan membaringkannya diatas sofa, lalu mulai menjilati paha mulus Ratna, dan kemudian dengan tergesa segera menarik turun celana dalamnya. Ratna hanya pasrah ketika Pak Broto mulai membuka celananya, dan kemudian menuntun batang kontolnya kearah vaginanya.

Vagina Ratna yang sudah basah itu dengan mudah dapat dimasuki kontol Pak Broto, dan dengan tergesa kemudian Pak Broto mulai menggenjot vagina Ratna. “…aaahh…ooohhh…ssshhh…memekmu legit Rat…!” racaunya.

Ratna hanya bisa pasrah dan menitikkan airmatanya, menerima hujaman dan genjotan batang kontol atasannya itu. Hingga akhirnya Pak Broto menyemburkan spermanya didalam rahim Ratna, dan hari itu runtuhlah sudah kesucian dirinya, dia harus menjadi tumbal akibat perbuatan suaminya. Pak Broto sangat puas telah berhasil mencicipi tubuh seksi dan montok Ratna, yang sudah sekian lama diidamkannya itu.

Ratna kembali kemeja kerjanya, dan hari itu iapun menjadi kewalahan akibat banyaknya pekerjaan yang menumpuk dimejanya, karena tadi harus melayani atasannya. Hari itupun Ratna harus pulang sedikit lebih malam dari biasanya, dengan tubuh lemas dan lelah iapun berderet bersama para calon penumpang angkutan umum dihalte bis itu.

Hingga sekitar jam delapan malam Ratna baru dapat bis, dan tidak diduga pula ditengah perjalanan bis itu mogok, hingga Ratna harus menyusuri trotoar dan berjalan mencari angkutan alternatif lainnya. Tepat didepan sebuah toko yang sudah mulai tertutup separuh rollingdorrnya, Ratna dikejutkan dengan seorang laki laki yang kemudian membekap mulutnya, dan menarik tubuhnya masuk kedalam toko itu.

Ratna tidak bisa menjerit apalagi meminta tolong dengan bekapan dimulutnya, Ratna terus dipaksa masuk hingga kebagian belakang dalam toko tersebut. Didalam toko yang rupanya masih ada beberapa orang itu, kemudian serentak mengerubuti Ratna yang mulai panik. Dan Ratna tidak berdaya mendapatkan serangan dari sekian laki laki yang mulai menjarah sekujur tubuh seksinya, dengan rabaan, dan remasan disana sini.

Malam itu Ratna semakin kecil kemungkinannya untuk dapat pulang dengan selamat, tujuh orang pelayan toko berikut pemiliknya malam itu menggilir tubuh Ratna, dan diperkosa hingga Ratna jatuh pingsan. Seorang demi seorang mulai memasuki tubuh Ratna, dan memperkosanya secara brutal. Hingga semuanya kebagian menikmati montoknya tubuh Ratna.

Dengan uang yang tersisa menjelang subuh, Ratna akhirnya sampai juga dirumahnya, dan suaminya pun tidak bisa berbuat apa apa mendapati istrinya pulang dalam keadaan bersimbah sisa sisa sperma dari para lelaki yang tadi memperkosa istrinya.

Hari itu Ratna tidak bisa masuk kerja dan sehabis berobat kedokter iapun diharuskan banyak istirahat, seperti yang sudah dijanjikan siang itu pun datang lah rentenir untuk menagih utang suaminya. Setelah perdebatan yang sangat alot rentenir itu tidak bisa menerima bayaran dari suami Ratna, karena uang yang kemarin dipinjam oleh Ratna telah raib dirampas para pemerkosanya.

Tagor sang rentenir itu akhirnya memberikan satu syarat kepada Ratna dan suaminya, ia akan memberi keringanan hutang mereka apabila diberi kesempatan untuk meniduri Ratna. Taryo suami Ratna tidak kuasa menolaknya dan kemudian merundingkannya dengan Ratna, lalu dengan menintikkan air matanya Ratna pun bersedia ditiduri oleh Bang Tagor rentenir itu.

Tagor lalu meminta Taryo untuk meninggalkan ia dan istrinya, dengan lesu Taryo pun menurutinya dan pergi meninggalkan Ratna istrinya untuk ditiduri Tagor si rentenir itu. Tagor yang rupanya sudah tertarik terhadap kemolekkan tubuh Ratna itu, kemudian membawa Ratna kekamar dan direbahkannya diatas ranjang.

Lalu dengan penuh nafsunya Tagur menerkam tubuh Ratna dan menggumulinya, dengan lumatan kasar dibibir tipis Ratna Tagor pun kemudian meremas remas buah dada Ratna dengan kasar. Dan kemudian dengan kasar merobek daster bagian dada Ratna, dan membetoto kutangnya hingga putus, kemudian dengan nafsu di caploknya buah dada montok itu.

“…kamu memang cantik mba Ratna, tubuhmu montok sekali…aaahhh…ssshh…” racau Bang Tagor disela kenyotan mulutnya disusu Ratna.

Cerita Bokep Kemudian dengan kasar pula ia mulai menarik celana dalam Ratna hingga sobek dan terputus, lalu dengan nafsu dijilatinya belahan vagina Ratna. Dengan lidahnya dimainkannya klentit Ratna, dan dijelajahinya hingga kekedalaman vaginanya yang gelap dan pekat itu.

Dengan membuka kaki Ratna dan dikangkangkannya kedua paha mulusnya, lalu Tagor dengan kasar mecobloskan batang kontolnya yang besar itu keliang vagina Ratna yang imut dan sempit itu. Ratna meringis mendapati hentakan hentakan kasar batang kontol yang dua kali lebih besar dari milik suaminya itu.

“…aaahh…pelan Bang…aaahhh…sakiiiit….Bang…aaahh…!” rintih Ratna.

Bukan manjadi iba Tagor malah semakin bernafsu menggenjot vagina Ratna, dan ia terus mengguncang dan menyodokkan kontolnya lebih kasar lagi. Hingga sepuluh menit kemudian denga erangan panjang Tagor memuntahkan lahar panasnya dirahim Ratna.

“…aaaahhh….ssshhh…ccrot…crot…crot…enak betul memek kau mba…!” katanya dipenghujung smburan spermanya.

Ratna hanya menangis meratapi semua rentetan kejadian yang harus diterimanya, sedari kemarin hingga hari itu tubuhnya harus menjadi sarana pemuas hajat birahi laki laki. Sungguh kejam nasib yang harus diterimanya, semua ini akibat dari kebiasaan buruk suaminya yang doyan berhutang, hingga mengakibatkan dirinya menjadi tumbal dari hutang suaminya.

Tagor yang kelelahan sehabis menggarap tubuh Ratnapun berucap sekenanya.

“…kalau nanti suamimu belum juga bisa melunasi hutangnya, aku akan minta tubuh kau lagi…ingat itu…!” katanya sambil berlalu dan pergi.

Ratna semakin teriris mendengar hal itu, dan dalam hatinya ia semakin menyalahkan suaminya, yang menyebabkan semua kehinaan yang telah menimpanya.

http://202.95.10.206/


luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com
domino99,